”Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh
mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).” (An-Nur ayat 26)
Berangkat
dari pemahaman di atas, tentu saja kita bertanya-tanya apakah yang dimaksud
baik di sini? Atau keji?
Kalau kita cermati, ayat di atas
merupakan satu paket ayat yang bersambung ,tidak hanya putus pada kalimat
“untuk wanita yang baik” tetapi masih berlanjut dengan bahasan tuduhan , juga
ampunan. Artinya ayat ini sebenarnya diturunkan dalam konteks tertentu. Coba
kita lihat konteks ayat ini turun (asbabun nuzul).
Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa
perkataan yang keji hanyalah pantas dilemparkan kepada lelaki yang berwatak
keji, dan laki-laki yang keji hanyalah pantas menjadi bahan pembicaraan
perkataan yang keji. Perkataan yang baik-baik hanyalah pantas ditujukan kepada
lelaki yang baik-baik, dan lelaki yang baik-baik hanyalah pantas menjadi bahan
pembicaraan perkataan yang baik-baik. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah dan para penyebar berita bohong. Hal
yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Syabi,
Al-Hasan Al-Basri, Habib ibnu Abu Sabit, dan Ad-Dahhak. Ibnu Jarir memilih
pendapat ini dan memberikan komentarnya, bahwa perkataan yang keji pantas bila
ditujukan kepada orang yang berwatak keji, dan perkataan yang baik pantas bila
ditujukan kepada orang yang baik. Dan apa yang dikatakan oleh para penyebar
berita dusta terhadap diri Siti Aisyah, sebenarnya merekalah yang lebih utama
menyandang predikat itu. Siti Aisyah lebih utama beroleh predikat bersih dan
suci daripada diri mereka.
“Ayat ini diturunkan untuk menunjukkan
kesucian ‘Aisyah RA dan Shafwan bin al-Mu’attal RA dari segala tuduhan yang
ditujukan kepada mereka. Pernah suatu ketika dalam suatu perjalanan kembali
dari ekspedisi penaklukan Bani Musthaliq, ‘Aisyah terpisah tanpa sengaja dari
rombongan karena mencari kalungnya yang hilang dan kemudian diantarkan pulang
oleh Shafwan yang juga tertinggal dari rombongan karena ada suatu keperluan.
Kemudian ‘Aisyah naik ke untanya dan dikawal oleh Shafwan menyusul rombongan
Rasulullah SAW dan para sahabat, akan tetapi rombongan tidak tersusul dan
akhirnya mereka sampai di Madinah. Peristiwa ini akhirnya menjadi fitnah di
kalangan umat muslim kala itu karena terhasut oleh isu dari golongan Yahudi dan
munafik jika telah terjadi apa-apa antara ‘Aisyah dan Shafwan.
Masalah menjadi sangat pelik karena
sempat terjadi perpecahan di antara kaum muslimin yang pro dan kontra atas isu
tersebut. Sikap Nabi juga berubah terhadap ‘Aisyah, beliau menyuruh ‘Aisyah
untuk segera bertaubat. Sementara ‘Aisyah tidak mau bertaubat karena tidak
pernah melakukan dosa yang dituduhkan kepadanya, ia hanya menangis dan berdoa
kepada Allah agar menunjukkan yang sebenarnya terjadi. Kemudian Allah
menurunkan ayat ini yang juga satu paket annur 11-26.”
Penjelasan An Nur 26 menurut para ulama
Jika dilihat dari konteks ayat ini, ada
dua penafsiran para ulama terhadap ayat ini yaitu tentang arti kata “wanita
yang baik” dan juga “ucapan yang baik” Sehingga dapat juga diartikan seperti
ini;
“Perkara-perkara (ucapan) yang kotor adalah dari orang-orang
yang kotor, dan orang-orang yang kotor adalah untuk perkara-perkara yang kotor.
Sedang perkara (ucapan) yang baik adalah dari orang baik-baik, dan orang
baik-baik menimbulkan perkara yang baik pula. Mereka (yang dituduh) itu bersih
dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan
dan rizki yang mulia (surga).”
Kata khabiitsat biasa dipakai untuk
makna ucapan yang kotor (keji), juga kata thayyibaat dalam Quran diartikan
sebagai kalimat yang baik.
Hakam Ibnu Utaibah yang menceritakan,
bahwa ketika orang-orang mempergunjingkan perihal Aisyah RA Rasulullah saw
menyuruh seseorang mendatangi Siti Aisyah RA Utusan itu mengatakan, “Hai
Aisyah! Apakah yang sedang dibicarakan oleh orang-orang itu?” Aisyah RA
menjawab, “Aku tidak akan mengemukakan suatu alasan pun hingga turun alasanku
dari langit”. Maka Allah menurunkan firman-Nya sebanyak lima belas ayat di
dalam surah An Nur mengenai diri Siti Aisyah RA. Selanjutnya Hakam Ibnu Utaiban
membacakannya hingga sampai dengan firman-Nya, “Ucapan-ucapan yang keji adalah
dari orang-orang yang keji…” (Q.S. An Nur, 26). Hadits ini berpredikat Mursal
dan sanadnya shahih.
Ayat 26 inilah penutup dari ayat wahyu
yang membersihkan istri Nabi SAW,
Aisyah ra dari tuduhan keji itu. Di dalam ayat
ini diberikan pedoman hidup bagi setiap orang yang beriman. Tuduhan keji adalah
perbuatan yang amat keji hanya akan timbul daripada orang yang keji pula.
Memang orang-orang yang kotorlah yang menimbulkan perbuatan kotor. Adapun ucapan-ucapan
yang baik adalah keluar dari orang-orang yang baik pula, dan memanglah orang
baik yang sanggup menciptakan perkara baik. Orang kotor tidak menghasilkan yang
bersih, dan orang baik tidaklah akan menghasilkan yang kotor, dan ini berlaku
secara umum
Di akhir ayat 26 tersebut, Allah SWT
menutup perkara tuduhan ini dengan ucapan bersih dari yang dituduhkan yaitu
bahwa sekalian orang yang difitnah itu adalah bersih belaka dari segala
tuduhan, mereka tidak bersalah sama sekali. Maka makna ayat di atas juga sangat
tepat bahwa orang yang baik tidak akan menyebarkan fitnah, fitnah hanya keluar
dari orang–orang yang berhati dengki, kotor, tidak bersih. Orang yang baik, dia
akan tetap bersih, karena kebersihan hatinya.
Yang Baik Hanya Untuk yang baik?
Pembahasan kedua yaitu tentang maksud
ayat di atas yaitu “wanita yang baik” dan “wanita yang keji”. Dalam hal ini
terjemahan Depag menggunakan arti wanita yang baik dan pemahaman ini berangkat
dari para ulama yang menyatakan bahwa Aisyah merupakan wanita yang baik-baik,
karena konteks ayat tersebut turun satu paket, yaitu ayat 11-26 dengan ayat
sebelumnya tentang seseorang menuduh wanita yang baik-baik berzina. Maka jika
diartikan begitu sesuai dengan pertanyaan di atas
”Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).”
”Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).”
Ayat ini bersifat umum, bahwa
wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, begitu juga
sebaliknya. Namun yang perlu dipahami adalah ayat ini sebuah kondisi atau
memang anjuran, sebab para ulama banyak mengemukakan pendapat tentang hal ini.
Syaikh Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi, ulama Mesir pernah berkata: ada dua
macam kalam (kalimat sempurna) dalam bahasa Arab ;
Pertama; Kalam yang mengabarkan kondisi
atau suasana yang ada.
Kedua Kalam yang bermaksud ingin
menciptakan kondisi dan suasana. Kalam seperti ini bisa ditemukan dalam Quran.
Seperti firman Allah QS. Ali-Imran: 97: Barang siapa yang memasukinya
(Baitullah itu) menjadi amanlah dia. Ayat itu kalau dipahami, bahwa Allah
sedang mengabarkan kondisi dan suasana kota Mekah sesuai kenyataan yang ada,
maka tentu tidak akan terjadi hal-hal yang bertolak belakang dengan kondisi
itu. Akan tetapi, kalau ayat itu dipahami, sebagai bentuk pengkondisian
suasana, maka Allah sesungguhnya tengah menyuruh manusia, untuk menciptakan
kondisi aman di kota Mekah. Kalaupun kenyataan banyak terjadi, bahwa kota Mekah
kadang tidak aman, maka hal itu artinya, manusia tidak mengejewantahkan
perintah Allah.
Pemahaman yang sama juga bisa ditelaah
pada ayat ini; Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang
baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS. An-Nur: 26). Pada
kenyataan yang terjadi, ternyata, ada laki-laki yang baik mendapat istri yang
keji, begitu pula sebaliknya. Maka memahami ayat tersebut sebagai sebuah
perintah, untuk menciptakan kondisi yang baik-baik untuk yang baik-baik, adalah
sebuah keharusan. Kalau tidak, maka kondisi terbalik malah yang akan terjadi.
Kalau kita bandingkan dengan Annur ayat 3 yang mana kalimat
digunakan untuk umum
“laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik” (QS.
An Nur ayat 3)
Di ayat ini lebih tegas mengandung
“unsur perintah” untuk mencari pasangan yang sepadan. Sehingga ayat 26 bisa
dimengerti sebagai sebuah motivasi atau anjuran untuk mengondisikan dan bukan
sebagai ketetapan bahwa yang baik “otomatis” akan mendapatkan pasangan yang
baik. Hal ini tentu memerlukan usaha untuk memperbaiki diri lebih baik.
Ayat tersebut bukanlah merupakan janji
Allah kepada manusia yang baik akan ditakdirkan dengan pasangan yang baik.
Sebaliknya ayat tersebut merupakan peringatan agar umat Islam memilih manusia
yang baik untuk dijadikan pasangan hidup.
Oleh karena itu Nabi SAW bersabda tentang anjuran memilih pasangan hidup yaitu lazimnya
dengan 4 pertimbangan, dan terserah yang mana saja, namun yang agamanya baik
tentu sangat dianjurkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wanita itu dinikahi karena empat hal :
karena
hartanya, kemuliaan nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka nikahilah
wanita yang baik agamanya niscaya kamu beruntung.”
(Riwayat
Muslim)
Makna hadits tersebut adalah bahwa
dalam memilih wanita sebagai istri, manusia terbagi menjadi 4 macam :
- Di antara mereka ada yang menyukai wanita yang memiliki agama dan berharta.
- Ada yang menyukai wanita yang memiliki nasab mulia.
- Ada yang menyukai wanita berwajah rupawan.
- Dan yang menyukai wanita yang baik agamanya.
Sahabat, pilihlah pasangan hidup dengan
cara yang mulia dan utamakanlah yang baik agamanya, sebab sebaik-baik perhiasan
adalah wanita muslimah yang shalihah., dan selayaknya wanita shalihah memilih laki-laki yang shalih, demikian pula sebaliknya.
Wallahua’lam bish-shawab.
Maraji’: https://www.dakwatuna.com
2 komentar:
Syarah QS An-Nur:26 yang lengkap. Barokallah. Minta izin share ilmunya ya..
silahkan.,
Posting Komentar