“Dan hendaklah takut (kepada Allah SWT ) orang-orang yang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya.

Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar
(QS. An-Nisa’ : 9)

Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang keluar rumah untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sampai ia pulang

(HR. Tirmidzi)

AJF

AJF
"DALAM KEBERSAMAAN KITA ADA KEMUDAHAN. . . DALAM KEMUDAHAN ADA KEBERHASILAN & DALAM KEBERHASILAN AKAN LAHIR KEBAHAGIAN" " M A R I JALIN UKHUWAH. . . INDAHKAN DUNIA DENGAN KEBAIKAN. . . " SATUKAN TEKAD RAIHLAH IMPIAN KITA. . . S E L A M A - L A M A N Y A "

Rabu, 05 Maret 2014

MENGAKU AKHWAT, TAPI MENGUNDANG SYAHWAT


“Mengaku Akhwat (Muslimah), (Namun) Mengundang Syahwat”, itulah sebuah judul yang ditulis pada artikel anak-anak dalam rangka tugas Bahasa Indonesianya. Dalam tugas tersebut mereka mewawancarai dua orang guru yang berbeda pendapat. Satu dari ibu guru sedang yang satu dari bapak guru.

Kurang lebihnya seperti ini,
“Bu Guru, bagaimana pendapat anda mengenai pakaian yang sesuai syariat Islam?”
“Cara berpakaian yang sesuai syariat Islam adalah memakai kerudung minimal menutup dada, meskipun tidak terlalu lebar” jawab Bu Guru
“Percuma dong, kalau jilbabnya besar tapi hatinya tidak sesuai kehendak hati, ya sama saja tindakan yang dilakukan sia-sia?” imbuhnya.

Kemudian merekapun memberi pertanyaan lagi,
“Bu Guru, bagaiamana menurut anda akhwat yang memakai parfum?”
“Saya nggak setuju kalau akhwat dilarang memekai parfum”
“Alasannya?”
“Minyak wangi itu bisa membangunkan syahwat. Tapi bukan berarti kita tidak boleh menggunakannya. Kita boleh menggunakannya asalkan tidak sampai tercium orang lain”

Lain lagi dengan jawaban dari bapak guru yang satu ini,
“Cara berkerudung akhwat yang benar menurut syariat islam yakni menutup dari ujung rambut sampai setengah lengan. itu minimal”

Kemudian beliau memperkuat jawabannya dengan dasar surat An-Nur ayat 31 yang di dalamnya kita diperintahkan untuk menjulurkan jilbab sampai menutup dada.

Kemudian anak-anak menanyakan kepada beliau mengenai jahitan punggul yang membentuk lekak-lekuk tubuh. Menurut beliau hukum jahitan punggul pada baju tidak boleh. Karena baju yang menggunakan jahitan punggul “sekengan” biasanya membentuk tubuh (yang gendut ya kelihatan gendutnya, sedangkan yang kurus yang keliahatan kurusnya).

Sedangkan mengenai hukum memakai minyak wangi beliau berpendapat bahwa memakai minyak wangi bagi laki-laki adalah halal. Sedangkan bagi perempuan sebenarnya boleh tapi harus tahu tempat. Minyak wangi dikatakan haram jika dipakai diluar rumah, karena bisa mengundang syahwat dan menimbulkan fitnah.

Akwati fillah... Itulah sedikit gambaran mengenai dua perbedaan pendapat mengenai pakaian oleh bapak ibu guru di sebuah sekolah. Yang satu mengatakan bahwa dengan menutup dada saja sudah cukup, sedang yang satu sebaiknya sampai pada lengan atau siku.

Yang berpedapat pakaian yang sesuai syariat hanya sebatas menutup buah dada alasanya “Buat apa berjilbab besar kalau hatinya tidak ikhlas?” Mungkin kalau saya boleh membantah dengan judul anak-anak di atas, buat apa berjilbab tapi kalau masih mengundang syahwat? Buat apa pakai busana muslimah, kalau masih menunjukkan lekak-lekuk tubuh sehingga mengundang syahwat kaum Adam?. Bukankah begitu?

Terkadang awal untuk melakukan kebaikan perlu adanya paksaan. Perlu adanya proses, perlu adanya pembiasaan. Bukankah dipaksa untuk melakukan kebaikan yang membawa manfaat itu lebih baik dari pada terus membiarkan diri dalam kemaksiatan? Perkara itu diterima Allah atau tidak, itu urusan Allah. Ingat, ikhlas itu bisa dilatih sis...

Lain lagi dengan pendapat bapak guru di atas. Menurut beliau sebaiknya seorang wanita mengenakan kerudung sampai pada lengan atau siku. Hal ini untuk menghindari terlihatnya lekak-lekuk tubuh. Karena sesuai yang telah dijelaskan (baik dalam al-quran maupun hadits) syarat pakaian muslim adalah tidak nerawang, tidak menunjukkan leka-lekuk tubuh, tidak mencolok dan tidak memakai wangi-wangian yang berlebihan sehingga dapat mengundang syahwat kaum Adam.

Akhwati fillah... Berpakaian, bukan masalah modis, bukan masalah ga sesuai zaman, tapi kembali pada fungsi dan tujuan kita memakai pakaian itu sendiri. Tak apa pakai jilbab dengan model yang dibilang “jadul” atau model mirip “bu haji” (sehingga pas kita lewat skita sering dipanggil “bu haji” hehe ) yang penting sesuai syariat, tidak melanggar aturan syariat dan yang jelas sesuai dengan fuungsi pakaian itu sendiri menutup aurat agar terhindar dari pandangan syahwat kaum Adam...

Percuma kita mengikuti trend mode zaman sekarang, dengan berbagai model jilbab tapi masih menunjukkan lekak-lekuk tubuh, masih terawang, masih belum bisa menutup aurat kita dengan sempurna, dan masih memancing mata-mata tak berdosa untuk menikmati keindahan tubuh kita.

Oleh karenanya akhwati fillah... Marilah kita kembalikan fungsi pakaian muslimah itu sendiri, yakni sebagai penutup aurat kita yang akan menjaga kehormatan kita sebagai seorang muslimah. Sehingga kita terhindar pandangan syahwat kaum lak-laki yang ujungnya menjerumuskan kita ke dalam lembah kemaksiatan yang berujung pada neraka (ingat guys, masyoritas penguhuni neraka adalah kaum wanita) karena bila terjadi tindakan asusila seperti kasus rok mini yang terjadi beberapa waktu lalu, bukan hanya dari pihak lelaki yang disalahkan, tapi juga wanitanya. Karena dia tidak memakai pakaian sesuai syariat, sehingga laki-laki tersebut tergoda.

Wallahu a’lam bish shawab.

(www.bersamadakwah.com)