“Dan hendaklah takut (kepada Allah SWT ) orang-orang yang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya.

Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar
(QS. An-Nisa’ : 9)

Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang keluar rumah untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sampai ia pulang

(HR. Tirmidzi)

AJF

AJF
"DALAM KEBERSAMAAN KITA ADA KEMUDAHAN. . . DALAM KEMUDAHAN ADA KEBERHASILAN & DALAM KEBERHASILAN AKAN LAHIR KEBAHAGIAN" " M A R I JALIN UKHUWAH. . . INDAHKAN DUNIA DENGAN KEBAIKAN. . . " SATUKAN TEKAD RAIHLAH IMPIAN KITA. . . S E L A M A - L A M A N Y A "

Senin, 02 November 2015

Persahabatan Orang-orang Bertaqwa

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Az-Zukhruf : 67)

Sahabat,
Allah Swt menegaskan bahwa setiap persahabatan yang bukan karena Allah, maka kelak di hari Kiamat persahabatan itu akan berbalik menjadi permusuhan. Sedangkan, persahabatan yang terjalin antara orang-orang bertaqwa demi memperjuangkan agama dan meraih ridha Allah, maka persahabatan ini akan kekal abadi.
Ali bin abi Thalib ra. berkata, ”Ada dua orang mukmin yang bersahabat dan ada dua orang kafir yang bersahabat. Salah seorang dari kedua sahabat mukmin ini meninggal dan mendapat kabar gembira akan masuk surga. Namun, ia teringat akan sahabatnya, lalu berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya fulan adalah sahabatku. Ia dulu senantiasa memerintahkan agar aku mentaati-Mu dan mentaati Rasul-Mu. Ia selalu menyuruh aku berbuat kebajikan dan mencegahku berbuat keburukan. Ia selalu memberitahukan bahwa aku pasti akan bertemu dengan-Mu. Ya Allah, janganlah Engkau menyesatkannya sepeninggalku hingga Engkau memperlihatkan kepadanya apa yang Engkau perlihatkan kepadaku. Ya Allah, ridhailah ia sebagaimana Engkau ridha kepada diriku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Pergilah, seandainya kamu mengetahui apa yang Aku simpan untuknya di sisi-Ku, niscaya kamu akan banyak  tertawa dan sedikit menangis.’ Beberapa waktu kemudian sahabat mukmin yang lain itu meninggal, dan Allah mempertemukan arwah keduanya seraya berfirman, ‘Hendaknya masing-masing dari kalian saling memuji sahabatnya.’ Lalu masing-masing dari keduanya saling memuji sahabatnya seraya berkata, ‘Ia adalah sebaik-baik saudara, sebaik-baik teman, dan sebaik-baik sahabat.
Sebaliknya, apabila salah seorang dari dua orang kafir meninggal dan diberi ancaman akan masuk neraka, ia teringat dengan sahabatnya lalu berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya sahabatku, si fulan, dulu memerintahkan aku agar mendurhakai-Mu dan mendurhakai Rasul-Mu. Ia selalu memerintahkan aku agar berbuat kejahatan dan melarang aku berbuat kebajikan. Ia memberitahuku bahwa aku tidak akan pernah bertemu dengan-Mu. Ya Allah, janganlah Engkau memberi petunjuk kepadanya sepeninggalku hingga Engkau memperlihatkan kepadanya apa yang telah Engkau perlihatkan kepadaku. Engkau membencinya sebagaimana Engkau membenciku.’ Kemudian sahabat lain yang kafir itu pun meninggal hingga Allah mempertemukan arwahnya seraya berfirman, ‘Hendaknya masing-masing dari kalian saling memuji sahabatnya.” Lalu masing-masing dari kedua sahabat ini saling melaknat seraya berkata, ‘Ia adalah seburuk-buruk saudara, seburuk-buruk teman, dan seburuk-buruk sahabat.’” (HR Ibnu Abi Hatim)

Empat Kriteria dalam Memilih Sahabat
Dalam kitab Adabud Dunya wad Diin, Al-Mawardi menyebutkan empat sifat yang seharusnya menjadi perhatian bagi setiap orang yang ingin menjalin persahabatan yang kekal abadi. Keempat sifat ini harus ada pada diri orang yang akan menjadi sahabatnya :
1.              Kecerdasan akal
Sifat ini akan membimbing pemiliknya pada hal-hal yang terbaik. Karena kebodohan hanya akan merusak cinta kasih dan menghancurkan keistiqamahan pemiliknya. Dalam sebuah atsar disebutkan, ”Perkataan yang kasar akan mendatangkan celaan. Bersahabat dengan orang yang bodoh hanya akan menyebabkan sial.”
2.              Komitmen terhadap agama
Sifat ini akan mampu mendorong seseorang melakukan berbagai kebajikan. Karena seorang yang meninggalkan agama akan menjadi musuh bagi dirinya sendiri, maka bagaimana mungkin ia dapat mencintai orang lain. Seorang penyair berkata, ”Barangsiapa yang menjalin persahabatan bukan karena Allah, maka ia akan menjadi sumber bahaya bagi sahabatnya.”
3.            Kebaikan akhlak
Sifat ini mendorong seseorang mencintai dan melakukan berbagai kebajikan dan benci keburukan.
4.              Kecenderungan kepada orang baik dan keinginan menjalin ikatan persahabatan dengan mereka.

Kiat-Kiat Melanggengkan Persahabatan
Di samping memperhatikan keempat kriteria di atas, seorang muslim hendaknya melakukan upaya-upaya konkrit untuk mewujudkan persahabatan yang abadi, di antaranya :
  1. Memperbanyak sisi-sisi persamaan dan meminimalkan perbedaan.
Adanya banyak persamaan maka persahabatan akan semakin kuat. ”Segala sesuatu yang berlawanan tidak akan bersatu padu, dan segala sesuatu yang memiliki kesamaan tidak akan berpecah belah.”
2.      Menjalin komunikasi intensif dengan sahabatnya.
Komunikasi dapat dilakukan dengan cara mengunjungi langsung, melalui telepon, maupun surat-menyurat. Komunikasi ini akan melahirkan keinginan kuat untuk bertemu dan kecintaan yang semakin teguh di antara mereka.
3.      Meningkatkan keikhlasan dan ketulusan dalam setiap tutur kata dan tindakan.
Sifat ini akan berdampak pada dirinya yakni ia juga akan mendapatkan perlakuan yang sama dari sahabatnya. Ahli hikmah, ”Apa yang keluar dari hati, maka akan bersemayam pula dalam hati.”
4.      Meningkatkan kepercayaan kepada sahabat.
Kepercayaan akan menumbuhkan kecintaan sahabat terhadap diri kita.
5.      Melihat sisi-sisi baiknya, terutama kebaikan akhlak dan kepribadiannya.
Melihat sisi-sisi baik pada diri seseorang akan mendorong kita untuk mencintainya dan menutup mata dari sebagian aib atau kekurangannya.

Hanya Orang yang Bertaqwa yang Layak menjadi Sahabat Sejati
Mengapa hanya orang bertaqwa yang layak dijadikan sebagai sahabat sejati?
  1. Karena  mereka mempunyai kecerdasan berkat pengajaran dari Allah. (Al-Baqarah: 282)
  2. Komitmen  keagamaan mereka sangat tinggi berkat petunjuk dan pengajaran Al-Qur’an. (Ali Imran: 138)
Daya furqan yang diberikan kepada mereka untuk membedakan yang hak dan yang bathil. (Al-Anfal: 29)
  1. Kemuliaan akhlak mereka jelas terlihat karena Allah yang membenahi perbuatan dan perkataan mereka dan menghapuskan pengaruh buruk dari berbagai dosa yang pernah mereka lakukan sebelumnya. (Al-Ahzab: 71)
  2. Kecenderungan untuk menjalin persahabatan dengan sesama orang bertaqwa sangat kuat sekali, karena pelindung mereka semua adalah Allah (Al-Jatsiyah: 19)
  3. Allah akan menghimpun mereka dalam golongan-Nya. (Maryam: 85)

Hanya orang bertaqwa yang mampu mewujudkan persahabatan abadi
Mengapa hanya orang bertaqwa yang dapat bersahabat dengan baik?
  1. Karena persamaan di antara mereka berpijak pada sendi-sendi rabbaniyah. Sendi ini bertumpu pada aspek keagamaan yang hanya mencari ridha dan pahala dari Allah serta kebahagiaan di akhirat, bukan pada aspek fisik, status ekonomi, sosial, budaya atau aspek keduniaan lainnya. Sebab, seringkali aspek-aspek keduniaan justru menjadi sumber konflik dalam persahabatan. Seorang syaikh bersama para santrinya pernah menyaksikan sekelompok anjing yang terlihat amat rukun dan saling mencari kutu yang ada pada tubuh temannya. Syaikh alim tersebut berkata, ”Lihatlah, betapa rukunnya anjing-anjing itu!” Namun,  beberapa saat setelah itu ada seseorang yang melemparkan tulang di tengah kerumunan anjing. Maka, anjing-anjing  itu pun berkelahi dan saling menyerang untuk memperebutkan tulang tersebut. Syaikh itu pun berkata, ”Lihatlah, ketika tidak ada ambisi duniawi anjing-anjing itu rukun, tetapi ketika masing-masing memiliki ambisi duniawi mereka pun saling berkelahi!”
  2. Karena ikatan di antara mereka  adalah ikatan aqidah dan ikatan hati.
Sesungguhnya ini adalah umatmu, umat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (Al-Anbiya’: 92) Komunikasi di antara mereka pun komunikasi ruhani dan batin. “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan, kasih sayang, dan kesetiakawanan adalah perumpamaan suatu tubuh, jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka yang lainnya ikut merasakan sakit dengan berjaga atau merasakan demam.” (Muttafaq alaih)
Sarana dalam membangun komunikasi di antara mereka sangat banyak dan beragam, seperti shalat berjamaah, puasa ramadhan, zakat dan shadaqah, doa dan zikir, serta berbagai bentuk ibadah lainnya.
  1. Orang bertaqwa senantiasa tulus dalam tutur kata dan tindakan, jauh dari kemunafikan dan kepura-puraan. Mereka mencari bukan sekedar keridhaan sesama manusia, tetapi yang terpenting adalah keridhaan Allah Ta’ala. “Barangsiapa mencari ridha Allah dengan menyebabkan kebencian manusia, maka Allah akan ridha kepadanya dan akan menyebabkan manusia pun juga ridha kepadanya. Barangsiapa mencari ridha manusia dengan menyebabkan  kebencian Allah, maka Allah akan benci kepadanya dan akan menyebabkan manusia pun juga benci kepadanya.”
  2. Orang bertaqwa memiliki kepercayaan yang sangat tinggi kepada sahabatnya.  Orang bertaqwa memandang sahabatnya bagaikan memandang diri sendiri, seperti cermin yang memantulkan kepribadiannya. “Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lain.” (Al-Hadits)
Bahkan, mereka selalu memandang bahwa sahabatnya jauh lebih baik dari dirinya sehingga tidak pernah meragukannya, apa lagi sampai berburuk sangka kepadanya.
Orang bertaqwa menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada seorang pun yang terpelihara dari salah dan dosa. Sehingga, apabila ada sahabat yang berbuat salah, mereka tetap mencintainya dengan memberikan nasihat dan bimbingan secara bijaksana, tanpa berniat menyakiti atau menyudutkannya. Mereka memiliki parameter bahwa selama sisi-sisi baik seseorang lebih banyak dari sisi-sisi buruknya maka ia adalah orang baik.