“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi
musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Az-Zukhruf : 67)
Sahabat,
Allah Swt menegaskan bahwa setiap persahabatan yang bukan karena Allah, maka kelak di
hari Kiamat persahabatan itu akan berbalik menjadi permusuhan. Sedangkan,
persahabatan yang terjalin antara orang-orang bertaqwa demi memperjuangkan
agama dan meraih ridha Allah, maka persahabatan ini akan kekal abadi.
Ali bin abi
Thalib ra. berkata, ”Ada dua orang mukmin yang bersahabat dan ada dua orang
kafir yang bersahabat. Salah seorang dari kedua sahabat mukmin ini meninggal
dan mendapat kabar gembira akan masuk surga. Namun, ia teringat akan sahabatnya,
lalu berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya fulan adalah sahabatku. Ia dulu
senantiasa memerintahkan agar aku mentaati-Mu dan mentaati Rasul-Mu. Ia selalu
menyuruh aku berbuat kebajikan dan mencegahku berbuat keburukan. Ia selalu
memberitahukan bahwa aku pasti akan bertemu dengan-Mu. Ya Allah, janganlah
Engkau menyesatkannya sepeninggalku hingga Engkau memperlihatkan kepadanya apa
yang Engkau perlihatkan kepadaku. Ya Allah, ridhailah ia sebagaimana Engkau
ridha kepada diriku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Pergilah, seandainya kamu
mengetahui apa yang Aku simpan untuknya di sisi-Ku, niscaya kamu akan
banyak tertawa dan sedikit menangis.’
Beberapa waktu kemudian sahabat mukmin yang lain itu meninggal, dan Allah
mempertemukan arwah keduanya seraya berfirman, ‘Hendaknya masing-masing dari
kalian saling memuji sahabatnya.’ Lalu masing-masing dari keduanya saling
memuji sahabatnya seraya berkata, ‘Ia adalah sebaik-baik saudara,
sebaik-baik teman, dan sebaik-baik sahabat.’
Sebaliknya,
apabila salah seorang dari dua orang kafir meninggal dan diberi ancaman akan
masuk neraka, ia teringat dengan sahabatnya lalu berkata, ‘Ya Allah,
sesungguhnya sahabatku, si fulan, dulu memerintahkan aku agar mendurhakai-Mu
dan mendurhakai Rasul-Mu. Ia selalu memerintahkan aku agar berbuat kejahatan
dan melarang aku berbuat kebajikan. Ia memberitahuku bahwa aku tidak akan
pernah bertemu dengan-Mu. Ya Allah, janganlah Engkau memberi petunjuk kepadanya
sepeninggalku hingga Engkau memperlihatkan kepadanya apa yang telah Engkau
perlihatkan kepadaku. Engkau membencinya sebagaimana Engkau membenciku.’
Kemudian sahabat lain yang kafir itu pun meninggal hingga Allah mempertemukan
arwahnya seraya berfirman, ‘Hendaknya masing-masing dari kalian saling
memuji sahabatnya.” Lalu masing-masing dari kedua sahabat ini saling
melaknat seraya berkata, ‘Ia adalah seburuk-buruk saudara, seburuk-buruk
teman, dan seburuk-buruk sahabat.’” (HR Ibnu Abi Hatim)
Empat
Kriteria dalam Memilih Sahabat
Dalam kitab
Adabud Dunya wad Diin, Al-Mawardi menyebutkan empat sifat yang
seharusnya menjadi perhatian bagi setiap orang yang ingin menjalin persahabatan
yang kekal abadi. Keempat sifat ini harus ada pada diri orang yang akan menjadi
sahabatnya :
1.
Kecerdasan akal
Sifat ini akan membimbing pemiliknya pada hal-hal yang
terbaik. Karena kebodohan hanya akan merusak cinta kasih dan menghancurkan
keistiqamahan pemiliknya. Dalam sebuah atsar disebutkan, ”Perkataan yang kasar
akan mendatangkan celaan. Bersahabat dengan orang yang bodoh hanya akan
menyebabkan sial.”
2.
Komitmen terhadap agama
Sifat ini akan mampu mendorong seseorang melakukan
berbagai kebajikan. Karena seorang yang meninggalkan agama akan menjadi musuh
bagi dirinya sendiri, maka bagaimana mungkin ia dapat mencintai orang lain.
Seorang penyair berkata, ”Barangsiapa yang menjalin persahabatan bukan karena
Allah, maka ia akan menjadi sumber bahaya bagi sahabatnya.”
3.
Kebaikan akhlak
Sifat ini mendorong seseorang mencintai dan melakukan
berbagai kebajikan dan benci keburukan.
4.
Kecenderungan kepada orang baik dan keinginan menjalin ikatan
persahabatan dengan mereka.
Kiat-Kiat
Melanggengkan Persahabatan
Di samping
memperhatikan keempat kriteria di atas, seorang muslim hendaknya melakukan
upaya-upaya konkrit untuk mewujudkan persahabatan yang abadi, di antaranya :
- Memperbanyak sisi-sisi persamaan dan meminimalkan
perbedaan.
Adanya banyak persamaan maka persahabatan akan semakin
kuat. ”Segala sesuatu yang berlawanan tidak akan bersatu padu, dan segala
sesuatu yang memiliki kesamaan tidak akan berpecah belah.”
2.
Menjalin komunikasi intensif dengan sahabatnya.
Komunikasi dapat dilakukan dengan cara mengunjungi
langsung, melalui telepon, maupun surat-menyurat. Komunikasi ini akan
melahirkan keinginan kuat untuk bertemu dan kecintaan yang semakin teguh di
antara mereka.
3.
Meningkatkan keikhlasan dan ketulusan dalam setiap tutur kata dan
tindakan.
Sifat ini akan berdampak pada dirinya yakni ia juga
akan mendapatkan perlakuan yang sama dari sahabatnya. Ahli hikmah, ”Apa yang
keluar dari hati, maka akan bersemayam pula dalam hati.”
4.
Meningkatkan kepercayaan kepada sahabat.
Kepercayaan akan menumbuhkan kecintaan sahabat
terhadap diri kita.
5.
Melihat sisi-sisi baiknya, terutama kebaikan akhlak dan kepribadiannya.
Melihat sisi-sisi baik pada diri seseorang akan mendorong
kita untuk mencintainya dan menutup mata dari sebagian aib atau kekurangannya.
Hanya
Orang yang Bertaqwa yang Layak menjadi Sahabat Sejati
Mengapa
hanya orang bertaqwa yang layak dijadikan sebagai sahabat sejati?
- Karena
mereka mempunyai kecerdasan berkat pengajaran dari Allah. (Al-Baqarah:
282)
- Komitmen
keagamaan mereka sangat tinggi berkat petunjuk dan pengajaran
Al-Qur’an. (Ali Imran: 138)
Daya furqan yang diberikan kepada mereka untuk
membedakan yang hak dan yang bathil. (Al-Anfal: 29)
- Kemuliaan akhlak mereka jelas terlihat karena
Allah yang membenahi perbuatan dan perkataan mereka dan menghapuskan
pengaruh buruk dari berbagai dosa yang pernah mereka lakukan sebelumnya. (Al-Ahzab:
71)
- Kecenderungan untuk menjalin persahabatan dengan
sesama orang bertaqwa sangat kuat sekali, karena pelindung mereka semua
adalah Allah (Al-Jatsiyah: 19)
- Allah akan menghimpun mereka dalam golongan-Nya.
(Maryam: 85)
Hanya
orang bertaqwa yang mampu mewujudkan persahabatan abadi
Mengapa
hanya orang bertaqwa yang dapat bersahabat dengan baik?
- Karena persamaan di antara mereka berpijak pada
sendi-sendi rabbaniyah. Sendi ini bertumpu pada aspek keagamaan yang hanya
mencari ridha dan pahala dari Allah serta kebahagiaan di akhirat, bukan
pada aspek fisik, status ekonomi, sosial, budaya atau aspek keduniaan
lainnya. Sebab, seringkali aspek-aspek keduniaan justru menjadi sumber
konflik dalam persahabatan. Seorang syaikh bersama para santrinya pernah
menyaksikan sekelompok anjing yang terlihat amat rukun dan saling mencari kutu
yang ada pada tubuh temannya. Syaikh alim tersebut berkata, ”Lihatlah,
betapa rukunnya anjing-anjing itu!” Namun, beberapa saat setelah itu ada seseorang
yang melemparkan tulang di tengah kerumunan anjing. Maka,
anjing-anjing itu pun berkelahi dan
saling menyerang untuk memperebutkan tulang tersebut. Syaikh itu pun
berkata, ”Lihatlah, ketika tidak ada ambisi duniawi anjing-anjing itu
rukun, tetapi ketika masing-masing memiliki ambisi duniawi mereka pun
saling berkelahi!”
- Karena ikatan di antara mereka adalah ikatan aqidah dan ikatan hati.
“Sesungguhnya ini adalah umatmu, umat yang satu,
dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (Al-Anbiya’: 92) Komunikasi di
antara mereka pun komunikasi ruhani dan batin. “Perumpamaan orang-orang
mukmin dalam kecintaan, kasih sayang, dan kesetiakawanan adalah perumpamaan
suatu tubuh, jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka yang lainnya
ikut merasakan sakit dengan berjaga atau merasakan demam.” (Muttafaq alaih)
Sarana dalam membangun komunikasi di antara mereka
sangat banyak dan beragam, seperti shalat berjamaah, puasa ramadhan, zakat dan
shadaqah, doa dan zikir, serta berbagai bentuk ibadah lainnya.
- Orang bertaqwa senantiasa tulus dalam tutur kata
dan tindakan, jauh dari kemunafikan dan kepura-puraan. Mereka mencari
bukan sekedar keridhaan sesama manusia, tetapi yang terpenting adalah
keridhaan Allah Ta’ala. “Barangsiapa mencari ridha Allah dengan
menyebabkan kebencian manusia, maka Allah akan ridha kepadanya dan akan
menyebabkan manusia pun juga ridha kepadanya. Barangsiapa mencari ridha
manusia dengan menyebabkan
kebencian Allah, maka Allah akan benci kepadanya dan akan
menyebabkan manusia pun juga benci kepadanya.”
- Orang bertaqwa memiliki kepercayaan yang sangat
tinggi kepada sahabatnya. Orang
bertaqwa memandang sahabatnya bagaikan memandang diri sendiri, seperti
cermin yang memantulkan kepribadiannya. “Seorang mukmin adalah cermin
bagi mukmin yang lain.” (Al-Hadits)
Bahkan, mereka selalu memandang bahwa sahabatnya jauh
lebih baik dari dirinya sehingga tidak pernah meragukannya, apa lagi sampai
berburuk sangka kepadanya.
Orang
bertaqwa menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada seorang pun yang terpelihara dari
salah dan dosa. Sehingga, apabila ada sahabat yang berbuat salah, mereka tetap
mencintainya dengan memberikan nasihat dan bimbingan secara bijaksana, tanpa
berniat menyakiti atau menyudutkannya. Mereka memiliki parameter bahwa selama
sisi-sisi baik seseorang lebih banyak dari sisi-sisi buruknya maka ia adalah
orang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar