Anak-anak kita adalah PERMATA TERINDAH...ANGERAH TERINDAH...
INVESTASI DI DUNIA SAMPAI AKHIRAT...
INVESTASI DI DUNIA SAMPAI AKHIRAT...
namun, dapat juga menjadi bencana... bila salah mendidiknya...
Wahai Orang Tua ingatlah :
Mengingatkan itu bukan mempermalukan...
Menegaskan itu bukan berbuat kasar...
Berkasih sayang itu bukan terlalu memanjakan...
Do'akanlah kebaikan, bukan menghinakannya....
Duhai Orang tua, sudahkan kita mendidik anak-anak kita dengan benar?
karena ternyata, bukan hanya anak yang bisa durhaka kepada orang tua.. tetapi orang tuapun bisa durhaka dan mendholimi anak-anaknya...
Kejahatan pertama: memaki dan menghina anak
Bagaimana orang tua dikatakan menghina anak-anaknya? Yaitu
ketika seorang ayah menilai kekurangan anaknya dan memaparkan setiap
kebodohannya. Lebih jahat lagi jika itu dilakukan di hadapan teman-teman si
anak. Termasuk dalam kategori ini adalah memberi nama kepada si anak dengan
nama yang buruk.
Seorang lelaki penah mendatangi Umar bin Khattab seraya
mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar kemudian memanggil putra orang tua itu dan
menghardiknya atas kedurhakaannya. Tidak lama kemudian anak itu berkata, “Wahai
Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas orang tuanya?”
“Betul,” jawab Umar.
“Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
“Betul,” jawab Umar.
“Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
Rasulullah saw. sangat menekankan agar kita memberi nama
yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama
kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama kalian.” (HR. Abu Dawud
dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).
Karena itu Rasulullah saw. kerap mengganti nama seseorang
yang bermakna jelek dengan nama baru yang baik. Atau, mengganti julukan-julukan
yang buruk kepada seseorang dengan julukan yang baik dan bermakna positif.
Misalnya, Harb (perang) menjadi Husain, Huznan (yang sedih) menjadi Sahlun
(mudah), Bani Maghwiyah (yang tergelincir) menjadi Bani Rusyd (yang diberi
petunjuk). Rasulullah saw. memanggil Aisyah dengan nama kecil Aisy untuk
memberi kesan lembut dan sayang.
Jadi, adalah sebuah bentuk kejahatan bila kita memberi dan
memanggil anak kita dengan sebutan yang buruk lagi dan bermakna menghinakan
dirinya.
Kejahatan kedua: melebihkan seorang anak dari yang
lain (pilih kasih)
Memberi lebih kepada anak kesayangan dan mengabaikan anak
yang lain adalah bentuk kejahatan orang tua kepada anaknya. Sikap ini adalah
salah satu faktor pemicu putusnya hubungan silaturrahmi anak kepada orang
tuanya dan pangkal dari permusuhan antar saudara.
Nu’man bin Basyir bercerita, “Ayahku menginfakkan sebagian
hartanya untukku. Ibuku –’Amrah binti Rawahah—kemudian berkata, ‘Saya tidak
suka engkau melakukan hal itu sehinggi menemui Rasulullah.’ Ayahku kemudian
berangkat menemui Rasulullah saw. sebagai saksi atas sedekah yang diberikan
kepadaku. Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Apakah engkau melakukan hal ini
kepada seluruh anak-anakmu?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Rasulullah saw. berkata,
‘Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu.’ Ayahku
kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu.” (HR. Muslim dalam Kitab
Al-Hibaat, hadits nomor 3055).
Dan puncak kezaliman kepada anak adalah ketika orang tua
tidak bisa memunculkan rasa cinta dan sayangnya kepada anak perempuan yang
kurang cantik, kurang pandai, atau cacat salah satu anggota tubuhnya. Padahal,
tidak cantik dan cacat bukanlah kemauan si anak. Apalagi tidak pintar pun itu
bukanlah dosa dan kejahatan. Justru setiap keterbatasan anak adalah pemacu bagi
orang tua untuk lebih mencintainya dan membantunya. Rasulullah saw. bersabda,
“Rahimallahu waalidan a’aana waladahu ‘ala birrihi, semoga Allah mengasihi
orang tua yang membantu anaknya di atas kebaikan.” (HR. Ibnu Hibban)
Kejahatan ketiga: mendoakan keburukan bagi si anak
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tsalatsatu
da’awaatin mustajaabaatun: da’watu al-muzhluumi, da’watu al-musaafiri, da’watu
waalidin ‘ala walidihi; Ada tiga doa yang dikabulkan: doa orang yang
teraniaya, doa musafir, dan doa (keburukan) orang tua atas anaknya.” (HR.
Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1828)
Entah apa alasan yang membuat seseorang begitu membenci
anaknya. Saking bencinya, seorang ibu bisa sepanjang hari lidahnya tidak kering
mendoakan agar anaknya celaka, melaknat dan memaki anaknya. Sungguh, ibu itu
adalah wanita yang paling bodoh. Setiap doanya yang buruk, setiap ucapan laknat
yang meluncur dari lidahnya, dan setiap makian yang diucapkannya bisa terkabul
lalu menjadi bentuk hukuman bagi dirinya atas semua amal lisannya yang tak
terkendali.
Coba simak kisah ini. Seseorang pernah mengadukan putranya
kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya kepada orang itu, “Apakah engkau
pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu menjawab, “Ya.” Abdullah bin
Mubarak berkata, “Engkau telah merusaknya.”
Na’udzubillah! Semoga kita tidak melakukan kesalahan
seperti yang dilakukan orang itu. Bayangkan, doa buruk bagi anak adalah bentuk
kejahatan yang akan menambah rusak si anak yang sebelumnya sudah durhaka kepada
orang tuanya.
Kejahatan keempat: tidak memberi pendidikan dan contoh yang benar kepada
anak
Ada syair Arab yang berbunyi, “Anak yatim itu bukanlah anak
yang telah ditinggal orang tuanya dan meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan
hina. Sesungguhnya anak yatim itu adalah yang tidak dapat dekat dengan ibunya
yang selalu menghindar darinya, atau ayah yang selalu sibuk dan tidak ada waktu
bagi anaknya.”
Perhatian. Itulah kata kuncinya. Dan bentuk perhatian yang
tertinggi orang tua kepada anaknya adalah memberikan pendidikan yang baik.
Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal adalah bentuk kejahatan
orang tua terhadap anak. Dan segala kejahatan pasti berbuah ancaman yang buruk
bagi pelakunya.
Perintah untuk mendidik anak adalah bentuk realisasi iman.
Perintah ini diberikan secara umum kepada kepala rumah tangga tanpa
memperhatikan latar belakang pendidikan dan kelas sosial. Setiap ayah wajib
memberikan pendidikan kepada anaknya tentang agamanya dan memberi keterampilan
untuk bisa mandiri dalam menjalani hidupnya kelak. Jadi, berilah pendidikan
yang bisa mengantarkan si anak hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
Perintah ini diberikan Allah swt. dalam bentuk umum. “Hai
orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim:
6)
Adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap anak jika ayah-ibu
tenggelam dalam kesibukan, sehingga lupa mengajarkan anaknya cara shalat.
Meskipun kesibukan itu adalah mencari rezeki yang digunakan untuk menafkahi
anak-anaknya. Jika ayah-ibu berlaku seperti ini, keduanya telah melanggar
perintah Allah di surat Thaha ayat 132. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu
mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta
rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik)
itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah anak-anakmu shalat saat
mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan
shalat) pada usaia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shalah, hadits
nomor 372).
Ketahuilah, tidak ada pemberian yang baik dari orang tua
kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik. Begitu hadits dari Ayyub
bin Musa yang berasal dari ayahnya dan ayahnya mendapat dari kakeknya bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Maa nahala waalidun waladan min nahlin afdhala
min adabin hasanin, tak ada yang lebih utama yang diberikan orang tua
kepada anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash
Shilah, hadits nomor 1875. Tirmidzi berkata, “Ini hadits mursal.”)
Mari berhati-hati mendidik putra putri kita,
(-: semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah :-)
2 komentar:
salam buat saudara atas kunjungan.
wassalam
ya, salam ta'aruf jg. mg bermanfaat..
Posting Komentar