HIJRAH
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah
serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih
tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan.” (At-Taubah : 20)
1). Hijrah harus dilakukan
semata-mata karena Allah swt.
2). Orang yang beriman, berhijrah,
dan berjihad, sesungguhnya merekalah yang dimaksud mukmin sejati.
3). Hijrah dan Jihad, keduanya adalah
bagian dari perjuangan yang dilakukan dengan mengorbankan harta bahkan jiwa.
4). Terkandung tiga prinsip
kehidupan : Iman yang bermakna
keyakinan, Hijrah yang bermakna
perubahan, dan Jihad yang bermakna
perjuangan.
5). Kemenangan yang hakiki dalam
perjuangan adalah ketika Allah mengangkat derajat kemuliaan seseorang. Itulah beruntungan
manusia yang sebenarnya.
Pengertian Hijrah
Kata Hijrah berasal dari bahasa Arab yang berarti berpisah; pindah dari
suatu tempat ke tempat yang lain; berjalan pada tengah hari, dll.
Raqib
al-Isfahani,
pakar bahasa al-qur’an, berpendapat bahwa sebagai istilah, kata hijrah biasa
mengacu pada tiga pengertian, yaitu :
1). Meninggalkan negeri yang
berpenduduk kafir menuju negeri yang berpenduduk muslim, sebagaimana hijrahkan
Rasulullah saw dan para shahabat dari Makkah ke Madinah.
2). Meninggalkan syahwat, mengganti
perbuatan buruk dan dosa-dosa dengan perbuatan baik yang diperintahkan Allah
dan Rasul saw.
3). Mujahadah an-nafs, yakni menundukkan hawa nafsu untuk mencapai
hakikat kemanusiaan yang hakiki.
Makna Hijrah
Secara garis besar, hijrah dibedakan
menjadi dua macam yakni Hijrah Makaniyah
dan Hijrah Maknawiyah.
Hijrah
Makaniyah (pindah
atau ganti tempat) yaitu berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain karena
dalam rangka mempertahankan keimanan, gangguan kesehatan, keamanan harta dan
jiwa, dll.
Hijrah
Maknawiyah (berubah atau berganti keyakinan),
didasari 4
kategori:
a. Hijrah
I’tiqodiyah, berpindah
keyakinan dari kemusyrikan dan kekufuran menuju keimanan.
b. Hijrah
Fikriyah, meninggalkan
pemikiran komunisme, sekularisme, kapitalisme, liberalism, pluralisme,
sosialisme, dan isme-isme lain kepada pola dan pemikiran Islam yang murni.
c. Hijrah
Syu’uriyah, meninggalkan
kesenangan, kegemaran, hobbi, maupun citarasa yang kurang atau tidak Islami kepada yang Islami.
d. Hijrah
Sulukiyah, meninggalkan
kepribadian, tingkahlaku atau akhlak tercela menuju akhlaqul karimah (kepribadian yang terpuji).
Refleksi Diri
Berakhirnya tahun 1436 H dan
datangnya tahun 1437 H, adalah sebuah jawaban bahwa usia kita bertambah dan
jatah umur kita semakin berkurang. Maka, hendaknya kita segera menghisab diri
sebelum datangnya penghisaban Allah.
-). Evaluasi diri, apakah kita
lebih banyak melakukan ketaatan kepada Allah atau sebaliknya banyak melanggar
aturan Allah?
-). Apakah kehidupan kita banyak
disibukkan dengan ibadah atau maksiat?
-). Apakah kita sudah termasuk ahlu sholah (sudah baik shalatnya,
senantiasa menjaga kualitas ) atau belum?
-). Apakah kehidupan kita sudah
bermanfaat bagi orang lain atau belum?
-). Apakah harta benda kita sudah
terbebas dari nilai-nilai syubhat (tidak
pasti kehalalannya) dan haram?
-). Apakah lisan kita sudah baik atau
malah banyak membicarakan perkara yang sia-sia bahkan dusta? Dan lain-lain.
Tanda-tanda orang yang celaka di
akhirat menurut syaikh Utsman ibn
Hasan ibn Ahmad As-Syakir :
1.
Terlalu
gampang melupakan dosa.
Orang
seperti ini akan cenderung malas bertaubat, memperbaiki kesalahan, dan bahkan ringan
mengulangi perbuatan dosa.
2.
Bangga
atas jasa dan amal shalih yang dilakukan.
Orang
seperti ini akan mudah takabur sehingga cenderung enggan bahkan berat
mengulangi perbuatan baiknya.
3.
Selalu
merasa iri dalam urusan dunia.
Orang
seperti ini akan selalu kagum dengan keadaan dunia yang ada pada orang lain,
selalu mengejar dunia seperti mereka. Sehingga, hidupnya tidak terhiasai dengan
cahaya tawadhu’.
4.
Selalu
merasa cukup dalam urusan agama.
Orang
seperti ini akan cepat puas diri dalam kebaikan, sebab ia selalu merasa lebih
shalih daripada orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar