“Dan hendaklah takut (kepada Allah SWT ) orang-orang yang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya.

Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar
(QS. An-Nisa’ : 9)

Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang keluar rumah untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sampai ia pulang

(HR. Tirmidzi)

AJF

AJF
"DALAM KEBERSAMAAN KITA ADA KEMUDAHAN. . . DALAM KEMUDAHAN ADA KEBERHASILAN & DALAM KEBERHASILAN AKAN LAHIR KEBAHAGIAN" " M A R I JALIN UKHUWAH. . . INDAHKAN DUNIA DENGAN KEBAIKAN. . . " SATUKAN TEKAD RAIHLAH IMPIAN KITA. . . S E L A M A - L A M A N Y A "

Senin, 05 Desember 2022

MEMAHAMI MAHRAM KITA

Tahukah Anda, Apa itu Mahram ?

Apa itu Muhrim ?

jawabannya : Mahram berbeda dengan Muhrim

Ø  Mahram       Laki-laki atau perempuan yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, dan hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya.

Ø  Muhrim        : orang yang sedang berihram.

 

Macam-macam Mahram :

ü  Mahram Mu’abbad (Permanen/Abadi) : perempuan-perempuan yang tidak boleh dinikahi selamanya.

ü  Mahram Mu’aqqat (Sementara) : perempuan-perempuan yang haram dinikah karena sebab tertentu. Jika sebabnya hilang, maka hilang pula keharamannya.  

Bagaimana penjelasannya ? mari kita pelajari bersama..

A.     MAHRAM MU’ABBAD (PERMANEN), dapat terjadi karena 3 sebab :

 

1.        MAHRAM SEBAB KETURUNAN

Orang-orang yang termasuk mahram sebab keturunan ada 7, sebagaimana firman Allah :

Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  [QS. an-Nisa (4) : 23]

Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa orang-orang yang termasuk mahram, yaitu yang TIDAK BOLEH DINIKAHI dengan sebab keturunan ada 7,  yaitu :

  1. ibu-ibumu ;
  2. anak-anakmu yang perempuan ;
  3. saudara-saudaramu yang perempuan ;
  4. saudara-saudara ayahmu yang perempuan ;
  5. saudara-saudara ibumu yang perempuan ;
  6. anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki ;
  7. anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.

Anak akibat dari perzinahan termasuk mahram, dengan berdalil pada keumuman firman Allâh: “… anak-anakmu yang perempuan …” [QS. An-Nisa (4): 23]

 

2.        MAHRAM SEBAB SUSUAN

Mahram sebab susuan ada 7 golongan, sama seperti mahram sebab keturunan, tanpa pengecualian. Inilah pendapat yang dipilih setelah ditahqiq (ditelliti) oleh al-Hafizh ‘Imaduddin Isma’il bin Katsir [Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, 1/511].

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang putri Hamzah: “Dia tidak halal bagiku, darah susuan mengharamkan seperti apa yang diharamkan oleh darah keturunan, dan dia adalah putri saudara sepersusuanku (Hamzah).” [HR. al-Bukhâri]

Al-Quran menyebutkan secara khusus 2 bagian mahram sebab susuan, yaitu yang terdapat pada QS. an-Nisa (4): 23:

(1) dan ibu-ibumu yang menyusui kamu

(2) dan saudara-saudara perempuan sepersusuan

 

3.      MAHRAM SEBAB PERKAWINAN/PERNIKAHAN

 

Mahram sebab perkawinan ada 6 golongan, yaitu:

a. “Dan ibu-ibu istrimu (mertua)” [QS. an-Nisa (4): 23]

b. “Dan istri-istri anak kandungmu (menantu)” [QS. an-Nisa (4): 23]

c. “Dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri”

[QS. an-Nisa (4): 23]

Menurut jumhur ulama, termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaan seseorang mempunyai hubungan mahram dengannya. Anak tiri menjadi mahram jika ibunya telah dicampuri, tetapi jika belum dicampuri maka dibolehkan untuk menikahi anaknya setelah bercerai dengan ibunya. Sedangkan ibu dari seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahram hanya sebab akad nikah, walaupun si putri belum dicampuri, kalau sudah akad nikah maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi putrinya.

d. “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri)”

[QS. an-Nisa (4): 22]

Wanita yang dinikahi oleh ayah menjadi mahram bagi anak ayah dengan hanya akad nikah, walaupun belum dicampuri oleh ayah, maka anak ayah tak boleh menikahinya.

e. “Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara”

[QS. an-Nisa (4): 23]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menghimpunkan dalam perkawinan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ibu, dan menghimpunkan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidak boleh perempuan dihimpun dalam perkawinan antara saudara perempuan dari ayah atau ibunya.” [HR. Muslim]

f. “Dan diharamkan juga kamu mengawini wanita yang bersuami” [QS. an-Nisa (4): 24]

Mahram disebabkan keturunan dan susuan bersifat abadi, begitu pula mahram disebabkan pernikahan. Kecuali menghimpun dua perempuan bersaudara, menghimpun perempuan dengan bibinya, yaitu saudara perempuan dari pihak ayah atau ibu, bila yang satu meninggal dunia maka boleh menikah dengan yang lain, karena bukan menghimpun dalam keadaan sama-sama masih hidup. Usman bin Affan menikahi Ummu Kulsum setelah Ruqayyah wafat, kedua-duanya adalah anak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikianlah perempuan-perempuan yang termasuk mahram yang tidak boleh dinikahi oleh seorang laki-laki.

Adapun perempuan-perempuan yang selain di atas adalah bukan mahram, sehingga halal dinikahi.

Artinya: “… Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina …” [QS. an-Nisa (4): 24].

 

B.      MAHRAM MU’AQQAT (SEMENTARA), yaitu :

 

1.    Adik/kakak ipar. Artinya, tidak boleh menikah dengan seorang perempuan sekaligus menikahi saudaranya dalam waktu bersamaan, baik bersaudara karena nasab maupun bersaudara karena persusuan, baik dalam satu akad maupun dalam akad yang berbeda. Jika pernikahannya dilakukan dalam satu waktu, maka batallah pernikahan keduanya. Namun, jika pernikahannya dilakukan dalam waktu yang kedua, maka batallah pernikahan yang kedua. Kecuali jika perempuan yang pertama meninggal atau setelah dicerai lalu habis masa iddahnya, maka saudara perempuanya boleh dinikah.

2.    Bibi istri. Alasannya, tidak boleh menikahi seorang perempuan sekaligus dengan bibinya atau dengan keponakannya.

3.    Perempuan yang kelima. Artinya, tidak boleh seorang laki-laki menikahi perempuan yang kelima sebab ia sudah menikahi empat perempuan. Kecuali jika salah seorang dari yang empat meninggal dunia atau dicerai

4.    Perempuan musyrik penyembah berhala, yaitu perempuan yang tidak memiliki kitab samawi (Taurat dan Injil). Namun, bila perempuan itu memiliki kitab samawi atau perempuan itu sudah memeluk Islam, maka ia boleh dinikah

5.    Perempuan bersuami. Tidak boleh seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan yang bersuami dan masih dalam ikatan perkawinannya. Namun, bila suaminya meninggal dunia atau menceraikannya dan masa iddahnya sudah habis, maka boleh dinikah.

6.    Perempuan yang masih menjalani masa iddah, baik dari iddah wafat maupun iddah cerai. Setelah masa iddahnya habis, maka ia boleh dinikah.

7.    Perempuan yang telah ditalak tiga. Tidak halal bagi seorang suami merujuk atau menikahi kembali istrinya yang telah ditalak tiga, sampai istrinya itu dinikah oleh laki-laki lain (muhallil) dengan pernikahan yang sah dan sesuai syariat. Kemudian, suami kedua atau muhallil itu menceraikannya dan masa iddah si istri darinya telah habis. Jika itu sudah terpenuhi, maka suami pertama boleh menikahinya kembali dengan akad yang baru. (Lihat: Dr. Mustafa al-Khin, Dr. Mustafa al-Bugha, ‘Ali al-Syarbaji, al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syafi‘i, Damaskus: Darul Qalam, 1992, jilid 4, hal. 25-33).

8.    Perempuan yang sedang ihram hingga selesai ihramnya, dan perempuan pezina hingga bertobat dari zinanya.

 

KETENTUAN UNTUK MAHRAM

Ketentuan Islam yang berkaitan dengan mahram, selain dari larangan menikahi, juga tentang batasan aurat.

Aurat perempuan bagi mahram abadi (Mu’abbad) adalah seluruh badan selain wajah, kepala, leher dan betis (di bawah lutut). untuk mahram mu’aqqat (sementara) adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan.

Aurat laki-laki bagi mahram dan selain mahram adalah antara pusar dan lutut.

Hal ini sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala :  

Artinya: “Katakanlah olehmu (wahai Muhammad) kepada para lelaki mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui pada apa-apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada para wanita mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan tidak menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak darinya …” [QS. an-Nur (24): 30-31]

Dan hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

Artinya: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Asma’ : “Wahai Asma’! sesungguhnya seorang perempuan yang sudah haid tidak boleh dilihat darinya kecuali ini dan ini” dan dia mengisyaratkan kepada wajah dan kedua telapak tangannya. [HR. Abu Dawud]

Mengetahui kedua jenis mahram tersebut juga bermanfaat untuk menentukan batasan aurat dan juga batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan sehingga supaya kita dapat terhindar dari perbuatan zina.

Akhlak Terhadap yang bukan Mahram :

1. Menutup Aurat dengan sempurna

2. Menjaga pandangan

3. Tidak bersentuhan

4. Tidak berduaan ; berpacaran online maupun offline, dst

5. Tidak menggoda ; wanita bersuara mendayu-dayu menimbulkan syahwat, berjoget, dst 

Wallahu a’lam bisshawab.


Maraji’ :

https://muslim.or.id

https://muhammadiyah.or.id

https://islam.nu.or.id   


Tidak ada komentar: