" SENANGNYA.. AKU PUNYA HP "
Kejadian ini berlangsung di sebuah mushalla, tepatnya di gang
Al-Hikmah-Cililitan Kecil, Jalan Dewi Sartika. Agak klasik mungkin
ceritanya karena menyangkut fenomena yang boleh jadi sering terjadi.
Tapi bagi saya, kejadian itu cukup unik dan menyisakan sebuah pelajaran
yang cukup berharga. Fenomena serupa saya alami hampir setahun yang
lalu, yaitu di akhir bulan Sya’ban. Kali ini, fenomena itu saya alami
beberapa hari yang lalu di awal bulan Rajab. Bulan Rajab dan Sya’ban
adalah bulan-bulan di mana kita diperintahkan untuk mempersiapkan diri
menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Seakan fenomena itu memberi
peringatan secara berulang kepada saya bahwa menjelang bulan Ramadhan,
hendaknya kita berhati-hati terhadap hal-hal yang dapat menganggu dan
merusak kualitas ibadah yang datangnya justru dari kita sendiri. Oleh
karenanya kita dituntut mempersiapkannya sebaik-baiknya sejak jauh hari.
***
Siang itu saya berkesempatan mengikuti shalat dhuhur berjamaah di
mushalla At Taqwa, nama mushalla di gang Al-Hikmah itu. Ada beberapa
jamaah yang rutin shalat di sana, ada pula beberapa jamaah yang hanya
sekedar mampir. Beberapa hari terakhir, saya sering shalat dhuhur di
sana karena saya ada kunjungan rutin selama beberapa hari di daerah itu.
Di antaranya jamaah yang rutin shalat dhuhur di mushalla itu adalah
seorang yang selalu mengenakan sarung dan peci hitam dan seorang bapak
separuh baya berbaju rapi yang selalu mengingatkan jamaah tentang
penggunaan handphone sebelum shalat dilangsungkan. Yang pertama sebut
saja sebagai bapak Imam karena sering menjadi imam shalat, yang kedua
adalah bapak Bilal karena sering melantunkan adzan atau iqamah.
Pernah suatu ketika, ada handphone yang berbunyi sejenak ketika
shalat dilangsungkan. Begitu shalat selesai dilakukan –setelah melakukan
dzikir dan shalat rawatib, saya keluar menuju beranda dan duduk sejenak
di sana. Ketika saya mengeluarkan handphone hendak mengecek pesan yang
masuk, bapak Bilal itu memergoki saya kemudian langsung mengingatkan,
“Hati-hati pakai hape! Siapa tuh tadi yang hapenya bunyi. Hape Bapak ya?”
Saya cukup tersinggung dengan tuduhan bapak itu. Memang yang bawa
handphone cuma saya? Sembarangan saja bapak itu menuduh, mentang-mentang
saya lagi menggunakan handphone. Boleh jadi pemilik handphone yang
ketika waktu shalat tadi berbunyi sudah pergi entah ke mana. Saya coba
mengendalikan diri. Saya segera bersangka baik, bapak itu memang sangat
perhatian dan berhati-hati atas penggunaan handphone di dalam shalat.
Maka wajar jika ia mencoba mengingatkan kepada siapa saja yang dijumpai
untuk berhati-hati menggunakan handphone. Terlebih, saya memang jamaah
yang baru menginjakkan kaki di mushalla itu, wajar jika ia mencurigai
saya. Atas tuduhan bapak itu saya menjawab dengan sopan,
HP tercanggih |
“Bukan hape saya yang bunyi pak! Itu hape orang lain.”
“Syukur kalau begitu…Saya hanya takut saja, sekarang banyak orang yang sembrono pake hape!”
Alhamdulillah, ternyata bapak itu memang bermaksud baik. Saya sungguh
menaruh penghargaan atas perhatian bapak itu terhadap fenomena yang
sering terjadi.
Beberapa hari berikutnya ia menjumpai saya rutin mengikuti shalat dan
tidak ada kejadian handphone berbunyi. Barulah ia yakin bahwa saya
bukan orang yang sembrono dalam mengendalikan handphone.
Selang beberapa hari sejak kedatangan pertama saya di mushalla itu,
pada suatu momen shalat dhuhur berjamaah di suatu siang, tepatnya pada
rakaat kedua, handpone salah satu jamaah berdering nyaring. Nada
deringnya adalah lagu MP3 dari kelompok band terkenal yang sering
melakukan konser ke berbagai daerah. Saya yang waktu itu ikut serta di
dalam jamaah shalat, merasa sangat terganggu dan tidak bisa merasa
nyaman (khusuk). Saya yakin jamaah yang lain juga merasakan hal yang
sama, terlebih bapak Bilal yang sensitif dengan bunyi handphone di dalam
shalat tadi.
Saya pikir dering itu hanya akan berlangsung sebentar, nanti akan
mati dengan sendirinya. Namun anehnya, hingga selesai rakaat ketiga,
handphone itu masih tetap berbunyi. Saya dan para jamaah, termasuk imam
shalat, merasa jengah dengan gangguan yang terjadi. Hampir semua jamaah
mengucapkan takbir keras-keras, seakan aksi kami itu mengingatkan kepada
pemilik handphone agar segera mematikan handphonenya. Namun apa mau di
kata, agaknya pemilik handphone itu termasuk orang yang awam dalam tata
cara ibadah sehingga handphone pun tetap berdering dan tidak
dimatikannya.
Sungguh aneh dering handphone itu. Seakan ada bayangan syetan yang
bangga membunyikannya. Makin lama, para jamaah makin keras teriakan
takbirnya dan menunjukkan ketidakberdayaan atas gangguan bunyi handphone
itu. Bagi saya, bayangan keagungan Allah menjadi sulit untuk
dihadirkan. Justru bayangan hiruk-pikuk suasana konser yang sering
membawa korban-lah yang hadir. Astaghfirullah! Hingga rakaat keempat
selesai, bahkan ketika salam dilakukan oleh para jamaah, handphone itu
masih tetap mendendangkan sebuah lagu band ternama itu. Masya Allah!
Sumber suara handphone itu ada di sayap sebelah kiri. Maka begitu
salam kedua usai dilakukan, para jamaah langsung melihati pemilik
handphone yang langsung bereaksi berusaha mematikan handphonenya.
Beberapa bapak langsung berdiri, mengarahkan pandangan ke pemilik
handphone, termasuk bapak Bilal yang sensitif dengan bunyi handphone
tadi. Dengan lantang ia berteriak,
“Siapa yang handphonenya bunyi. Matikan! Matikan!” Tatapan bapak
Bilal dan jamaah lain (termasuk saya) terus tertuju kepada si pemilik
handphone yang ceroboh itu.
Ia menjadi kikuk, kemudian mencoba “kabur” dari barisan jamaah
shalat, tetapi kemudian Bapak Bilal mencegat dan memperingatkannya
secara keras,
“Anda itu gimana?! Kan sudah diingatkan tadi sebelum shalat agar handphone dimatikan!”
Pemilik handphone yang sedang dimarahi itu nampak kecut dengan wajah
penuh bersalah. Ia yang sedang berdiri itu kemudian menyatukan kedua
tangannya di dada, kepalanya menunduk seraya berucap,
“Maaf Pak, Saya khilaf..!” Tetapi rupanya marah bapak Bilal belum selesai dengan kegusarannya, ia berujar keras,
“Semua orang di sini juga pakai handphone! Tapi jangan gitu dong! Itu
namanya menganggu dan merusak orang shalat! Anda orang baru ya yang
shalat di sini! Jangan seenaknya dong pake handphone!”
Pemilik handphone itu nampaknya sudah khawatir dengan amarah bapak
Bilal dan juga jamaah lain yang memandanginya dengan sorot mata yang
tajam. Secara spontan ia mengucapkan kata-kata maaf dan permohonan agar
meredakan amarah,
“Maaf Pak, Sabar Pak..Sabar!”
Reaksinya yang berucap menyuruh sabar itu, justru mengundang jamaah lain untuk lebih memperingatkannya,
“Kita bukan kena musibah. Ini kesalahan Anda! Masalahnya Anda tadi
tidak membatalkan shalat untuk mematikan handphone. Masak handphonenya
bunyi terus hingga selesai shalat. Itu kan sudah keterlaluan. Seharusnya
Anda keluar dari barisan dan matikan handphone itu! Kenapa nggak
dimatikan?!”
Dalam hati saya juga menyetujui perkataan bapak barusan. Ia sudah
keterlaluan membiarkan handphone berbunyi hingga selesai shalat (salam).
Nampak sekali bahwa ia begitu jahil (bodoh/awam) dalam urusan ibadah.
Ia tidak memiliki daya antisipasi tentang kejadian luar biasa (tidak
normal) yang bisa muncul tatkala ibadah sedang dilakukan. Jika ia
termasuk orang yang paham, pastilah ia menggerakan tangan untuk sekedar
mematikan handphone itu karena gerakan itu tidaklah membatalkan shalat.
Ekstrimya, ia akan membatalkan shalat demi mematikan handphone
sebagaimana disarankan oleh bapak barusan.
Kejadian itu menjadi cerminan, betapa banyak masyarakat yang masih
awam dalam urusan ibadah khususnya tata cara shalat berjamaah. Padahal
shalat berjamaah adalah representasi dari jamaah Islam. Jamaah Islam
yang solid dan rapi, nampak dari shalat jamaahnya yang tertib sesuai
dengan kaidah-kaidah shalat berjamaah yang diajarkan oleh Rasulullah
Saw. Saat ini kita banyak menyaksikan pelaksanaan shalat jamaah yang
tidak pernah rapi dan tertib. Sangat mungkin, hal tersebut menunjukkan
masih lemahnya jamaah Islam dalam mengkonsolidasikan kekuatan. Terbukti,
perpecahan ada di mana-mana bahkan di organisasi yang menyatakan diri
sebagai organanisasi Islam dan memperjuangkan umat Islam.
Kembali kepada insiden kecil tadi, bapak pemilik handphone itu masih
berdiri ketika jamaah lain selesai memperingatkannya. Boleh jadi,
perasaan bersalah yang demikian besar itulah yang membuat Bapak pemilik
handphone itu diam terpaku di barisan belakang dengan wajah penuh
kebingungan. Seorang bapak yang bijaksana, menghentikan keterpakuannya
dan mempersilahkan bapak itu keluar demi menghindari kemarahan jamaah
yang bisa saja akan dilampiaskan seusai dzikir atau shalat sunnah
rawatib.
“Bapak keluar aja.. Segera pergi Pak… pergi dari sini..!”
Saya merasa jika bapak itu tidak segera beranjak pergi, pasti selepas
shalat sunnah rawatib dilakukan, para jamaah masih penasaran dan akan
memaki bapak itu. Saya pun menjadi penasaran dan berniat menanyakan
perihal sebenarnya tentang bunyi dering itu. Apakah memang sejatinya
dering panggilan ataukah alarm. Kok tidak putus-putus dari rakaat dua
hingga salam diucapkan sang imam? Jika itu panggilan, urusan penting
apakah gerangan hingga terus menerus memanggil tanpa menunggu beberapa
saat kemudian. Apakah teman si Bapak itu tidak sensitif dengan
waktu-waktu shalat? Semua itu ingin saya tanyakan demi mengingatkan
dirinya agar berhati-hati menggunakan handphone lain kali.
Namun selesai saya melaksanakan shalat sunnah ba’diyah, bapak pemilik
handphone itu sudah pergi entah ke mana. Tanpa sadar saya
mengeleng-gelengkan kepala seiring dengan timbulnya rasa sedih dan miris
atas kondisi yang baru saja terjadi.
***.
Kejadian handphone berbunyi yang boleh jadi sudah menjadi fenomena
lazim dan dianggap biasa itu, menunjukkan bahwa masih banyak saja orang
ceroboh dalam menggunakan handphone. Ini adalah isyarat agar kita tidak
menjadi kendor untuk terus mengedukasi masyarakat awam dalam menggunakan
handphone, khususnya ketika hendak melakukan shalat berjamaah.
Selain itu saya juga mengambil pelajaran penting, bahwa dering
handphone yang merusak kekhusukan shalat itu adalah laksana musuh yang
berusaha mengalihkan perhatian ummat dari proyek besar yang sedang
dihadapinya agar hanyut dalam problem perpecahan ummat yang selalu
dihembus-hembuskannya.
Si pemilik handphone yang ceroboh itu perlu diberikan edukasi tentang
urgensi ibadah dan tatacara melaksanakannya, termasuk tatacara
mengendalikan handphone di waktu shalat. Analogi dengan hal itu, ummat
pun perlu diedukasi tentang urgensi bersatu dalam barisan jamaah dan
bagaimana menyelaraskan diri di dalam kehidupan berjamaah itu agar Islam
menemukan kejayaannya di muka bumi ini.
Ketika di jalan bawa HP
Ketika di masjid bawa HP
Pas sholat ngantongi HP
Habis salam selesai sholat tidak berdzikir tapi langsung pegang HP dulu...
Ketika di rumah selalu deket dengan HP
Ketika bekerja apalagi
Ketika belanja selalu dengan HP
Mau tidur didampingi HP
Mau makan tak lupa membawa HP
Bahkan di kamar mandi, lagi lagi bawa HP...
Aduh senangnya punya HP....
Boleh boleh ajj mempunyai HP.... tapi jangan berlebihan...
HP itu letaknya di tangan bukan dihati...
kalau letaknya di hati, HP hilang jadi sakit hati...
Silahkan memakai HP tapi ingat situasi...
janganlah mentuhankan HP...
Mari ingatlah kepada Allah SWT selalu...
( Wallahu A'lam Bishshowwab )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar