Istiqomah itu : KONSISTEN, PERSISTEN, & KONSEKUEN
Ketika
membicarakan apa itu istiqamah, akan banyak sekali interpretasi yang muncul
berkaitan dengan maknanya.
Dari Abu ‘Amr, dan ada yang mengatakan dari Abu ‘Amrah
Sufyân bin ‘Abdillâh ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu, yang berkata :
“Aku berkata, ‘Ya Rasulullah! Katakanlah kepadaku dalam
Islam sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan kepada orang selain engkau.’
Beliau menjawab, ‘Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah Azza wa Jalla,’
kemudian istiqâmahlah.’
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 38), Ahmad (III/413; IV/384-385), at-Tirmidzi (no. 2410), an-Nasâ-i dalam as-Sunanul Kubra (no. 11425, 11426, 11776), Ibnu Mâjah (no. 3972), ad-Dârimi (II/298), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 6396, 6397, 6398), ath-Thayâlisi (no. 1327), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 21-22), Ibnu Abid Dun-ya dalam ash-Shamt (no. 7), al-Hâkim (IV/313), Ibnu Hibbân (no. 938, 5668, 5669, 5670, 5672-at-Ta’lîqâtul Hisân), al-Baihaqi dalam Syu’abul Imân (no. 4572, 4574, 4575), dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 16).
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 38), Ahmad (III/413; IV/384-385), at-Tirmidzi (no. 2410), an-Nasâ-i dalam as-Sunanul Kubra (no. 11425, 11426, 11776), Ibnu Mâjah (no. 3972), ad-Dârimi (II/298), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 6396, 6397, 6398), ath-Thayâlisi (no. 1327), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 21-22), Ibnu Abid Dun-ya dalam ash-Shamt (no. 7), al-Hâkim (IV/313), Ibnu Hibbân (no. 938, 5668, 5669, 5670, 5672-at-Ta’lîqâtul Hisân), al-Baihaqi dalam Syu’abul Imân (no. 4572, 4574, 4575), dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 16).
Karena
amalan yang paling disukai oleh Allah bukan sekedar amalan yang besar semata,
tapi juga amal yang dijalankan secara kontinyu dan terus mengalami peningkatan.
Saya
teringat dengan sebuah kajian yang disampaikan oleh Ust. Arief Munandar
beberapa tahun yang lalu di Masjid Fakultas Kehutanan UGM, beliau menjelaskan
bahwa ada beberapa makna istiqamah yang bisa kita ambil hikmahnya, di antaranya
adalah, Konsisten, Persisten, dan Konsekuen. Ketiga unsur makna ini adalah
bentuk dari perwujudan sebuah makna keistiqamahan dalam berjuang dengan
idealisme dakwah yang tinggi, yang akan tetap memperjuangkan dakwah dengan
keistiqamahan idealisme hingga syahid menjadi penutup akhir hidup seorang
manusia.
1. Konsisten
Idealisme
tidak dibatasi oleh waktu. Ia tak hanya berumur 5
atau 6 tahun dan bersemayam di jiwa hanya
ketika berada di Sekolah/Kampus.
Idealisme harus dibentuk dengan penuh pemahaman bahwa apa yang selama ini
diperjuangkan dan diyakini adalah memang sebuah kebenaran. Bukan hanya sekedar
taklid, mengikut tanpa tahu maksud. Idealisme tidak akan bertahan lama bila
dibangun di atas fondasi pemahaman yang rapuh serta tidak ditegakkan secara
konsisten. Karena hanya orang-orang beridealisme tinggilah yang mampu
menghadapi berbagai gelombang ujian kehidupan. Konsisten berarti apa yang
dikatakannya hari ini adalah juga merupakan perkataannya hari esok.
2. Persisten
Ketika
sebuah usaha mengalami kegagalan atau menemui berbagai macam benturan
kepentingan yang saling melemahkan, maka persistensi seseorang yang memiliki
idealisme tinggi harus menjadi senjata ampuh untuk bisa menjadi tameng dalam
menghadapi beratnya cobaan itu. Ketika terjatuh, ia harus kembali bangkit,
bukan sekedar menyesali kesalahannya. Introspeksi memang penting, tapi jauh
lebih penting lagi bila kita tak hanya menyesali kesalahan, akan tetapi juga mampu
mencari solusi untuk bangkit dari kegagalan. Karena orang yang kuat bukan hanya
yang mampu melewati terpaan ujian semata, tapi mampu kembali mendongakkan wajah
saat raganya mulai tersungkur dan mampu mengepalkan kembali semangat juang dari
keterjatuhan. Persisten harus dibangun dalam diri setiap mujahid-mujahid dakwah
karena akan banyak sekali tenaga yang dibutuhkan dalam memperjuangkan
kalimatullah dan kemenangan dakwah di muka bumi ini.
3. Konsekuen
Hal
yang menjadi penting bagi seseorang yang memiliki idealisme adalah ia harus
konsekuen dengan apapun yang ia perbuat. Ia harus mampu berada di garis
terdepan ketika banyak orang yang mencela. Bukan sembunyi dibalik ketakutan
yang menghantui. Apapun yang telah kita perjuangkan pasti ada konsekuensinya.
Memperjuangkan dakwah berarti kita harus siap dengan segala macam hambatan dan
musuh-musuh dakwah yang pasti akan selalu mencari celah untuk menghancurkan
kita. Memperjuangkan dakwah berarti kita harus rela mengorbankan segala potensi
yang kita miliki, selama itu masih bisa kita lakukan. Harta, waktu, tenaga
bahkan jiwa adalah potensi-potensi itu. Dakwah ini membutuhkan orang-orang yang
tetap tegar memperjuangkan dakwah sehingga ia mampu menjadi seorang pejuang
yang tak kenal lelah. Karena kelelahan hanya akan membuat kita semakin
terpedaya untuk meminimalisir waktu perjuangan yang ada. Kelelahan hanya akan
membuat produktivitas dakwah ini menurun. Oleh karena itu sangat dibutuhkan
sekali energi pembaharu semangat dakwah yang akan menjadi obat bagi kelelahan
menyusuri jalan perjuangan ini. (Jupri Supriadi, Yogyakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar