'BERINTERAKSI DENGAN AL-QUR 'AN
'BERINTERAKSI DENGAN AL-QUR 'AN
a). Tilawah
adalah ibadah yang sangat dicintai Allah swt. Kecintaan Allah terhadap tilawah para
hamba-Nya terlihat pada perhatiannya yang besar untuk mendengarkan alunan suara
hamba yang khusyuk
mengeja huruf demi huruf kalam-Nya.
“Sungguh Allah SWT lebih besar perhatiannya mendengarkan
seseorang yang bagus suaranya dengan membaca Al-Qur’an daripada seorang
penyanyi terhadap nyanyiannya. “ (HR
Ibnu Majah)
Kata
bagus suaranya dalam hadits di atas tentunya tidak terbatas pada orang yang
suaranya merdu, yang sudah tentu tidak dimiliki semua orang. Namun, lebih kita
pahami dengan makna Jaudatul Ada’ (bagus
prakteknya). Terbukti, apalah artinya suara merdu jika makhorij huruf-nya dan ahkam
tajwid-nya tidak beres. Maka, hendaknya perhatian kita pada urgensi tahsin tilawah (perbaikan bacaan) harus
nyata, sebagai konsekuensi iman kepada Al-Kitab. Artinya, tilawah yang bagus
merupakan indikasi keimanan seseorang
“Orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka Al-Kitab
kepadanya, mereka membacanya dengan haqqo tilaawatihi (bacaan yang sebenarnya),
merekalah orang-orang yang beriman kepadanya.” (Al-Baqarah : 121)
Sebagian
ulama menjelaskan makna haqqo tilaawatihi dengan terfungsikannya tiga
unsur dalam diri pembaca Al-qur’an. Akal mampu memahami apa yang dibaca. Lisan
mampu melafadzkan bacaan dengan perenungan dan penghayatan, bukan hanya bacaan
yang lewat di kerongkogan saja. Anggota badan mengimplementasi nilai-nilai
qur’ani dalam setiap aktivitasnya.
b). Baiknya tilawah berarti menjaga
keaslian Al-Qur’an
Al-Qur’an
diwahyukan Jibril as. kepada Rasulullah saw. degan bacaan yang baik, begitu
juga Rasulullah kepada para shahabat, para shahabat kepada para tabi’in,
demikian seterusnya. Agar dapat dipertanggungjawabkan keaslian bacaan tersebut,
para ulama mengabadikannya dengan adanya sanad yaitu runtutan para pengajar
Al-Qur’an dari zaman Rasul saw. sampai sekarang, yang biasa diperoleh oleh
orang yang ber-talaqqi Al-Qur;an
kepada seorang qori’ (orang yang alim
dalam ilmu tilawah) dari awal Al-Qur’an sampai akhirnya. Sehingga, para ulama
telah menetapkan bahwa tilawah sesuai dengan tajwid, hukumnya fardhu ‘ain.
Sebagaimana Imam Al-Jazari telah menjelaskan.
c).
Baiknya tilawah memudahkan pembaca/pendengar men-tadabburi Al-Qur’an.
“Inilah kitab yang Kami turunkan kepadamu yang memberkahi,
agar mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan dijadikan peringatan bagi orang-orang
yang berakal.” (Shaad : 29)
Hampir tidak mungkin dapat memperhatikan kandungan
ayat-ayat qur’an dengan baik bila bacaan qur’annya tidak baik (apalagi pembaca
qur’annya juga tidak shalih), begitu juga orang yang mendengarkan bacaannya. Terlebih
jika bacaan itu dilakukan dalam shalat.
Mengapa? Sebab, bacaan yang tidak baik
akan mengakibatkan pembaca —kalau menyadari— dan pendengarnya terkonsentrasi
penuh pada bacaannya yang belepotan. Sehingga, bubarlah konsentrasi mereka
pada kandungan ayat yang sedang dibaca.
d). Baiknya tilawah memudahkan seseorang meraih pahala
Allah sebanyak-banyaknya.
Rasulullah
saw. mewasiatkan, hendaknya khatam Al-qur’an dalam sebulan .
” Abdullah bin ’Amr
berkata bahwa Rasulullah saw. berkata kepadaku, ’Berpuasalah kamu tiga hari tiap
bulan dan selesaikan Al-qur’an dalam sebulan.” (HR Abu Dawud)
Bagaimana
mungkin seseorang dapat menyelesaikan tilawah 30 juz dalam sebulan dengan
bacaan yang terbata-bata atau kurang lancar? Hanya dengan tilawah yang baik dan
dibarengi kesabaran melaksanakan perintahlah kita mampu menunaikannya. Walau
sesibuk apa pun urusan seseorang, sebab tilawah yang baik dan lancar hanya butuh
waktu 30-40 menit setiap satu juz. Hal ini dapat dilakukan dalam sekali atau dua
kali duduk dalam sehari —pagi dan malam masing-masing 20 menit, atau setiap
usai shalat fardhu cukup 8 menit.
e). Baiknya tilawah mendukung pengajaran Al-qur’an kepada
orang lain, minimal keluarganya.
Kebiasaan
mengajarkan tilawah Al-Qur’an kepada orang lain hendaknya dibudayakan, baik dalam
lingkup kecil maupun besar. Mengenai pengajaran tilawah yang dilakukan oleh
orang yang bacaannya tidak baik –dalam kondisi tertentu masih ditolerir–, namun
resikonya berarti menanamkan bacaan yang salah pada orang lain. Jadi, setiap
muslim harus memiliki andil dalam proyek amal ini —minimal kepada anak atau
keluarga. Sebab bila tidak, mereka pasti rugi lantaran tidak mendapatkan keberkahan
qur’an. ”Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang mempelajari
Al-qur’an dan mengajarkannya.” (HR Bukhari)
f). Baiknya tilawah menjadikan seseorang menjadi dai yang
dipercaya masyarakat.
Seorang
dai adalah orang yang mengajak orang lain pada jalan Allah, maka sudah tentu ia
tidak akan lepas dari sumber materi dakwah yang disampaikan, yakni Al-Qur’an. Pengucapan
yang benar terhadap ayat-ayat Allah akan menambah tsiqah masyarakat kepada sang dai. Sebaliknya bacaan yang tidak
benar, justru akan menjauhkan sebagian masyarakat terhadapnya. Seorang dai
tentunya harus lebih peka dalam memahmi kondisi masyarakat, tidak malah
bersikap tidak peduli. Masyarakat biasanya mencerca dai yang salah mengucapkan walau
satu huruf saja, sebaliknya mereka bersikap biasa saja terhadap orang yang sama
sekali tidak melaksanakan Al-qur’an pada diri dan keluarganya. Maka, dai harus
menyadari kondisi ini dengan tekun melakukan tahsin tilawah-nya.
g). Baiknya tilawah akan dapat mengangkat kualitas
seseorang
Kedudukan orang yang baik tilawahnya, pada maqam para anbiya dan malaikat.
Para
ulama menjelaskan bahwa ukuran mahir, selain baik tilawahnya, juga harus hapal,
paham, dan mengamalkan isinya. “Orang yang mahir membaca Al-Qur’an bersama
para
malaikat yang mulia dan taat.” (HR Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar