"Mencintai dicintai fitrah manusia
Setiap insan di dunia akan merasakannya
Indah ceria... kadang merana... oh itulah rasa CINTA..."
Cinta
dalam bahasa Arab disebut Al-Mahabbah yang berarti kasih sayang. Menurut
Abdullah Nashih Ulwan cinta adalah perasaan jiwa dan gejolak hati yang
mendorong seseorang mencintai kekasihnya dengan penuh gairah, lembut dan kasih
sayang. Cinta adalah fitrah manusia yang murni, yang tak dapat terpisahkan dari
kehidupannya.
Diantara tanda-tanda cinta ialah
rasa kagum/simpatik, berharap, takut, rela dan selalu ingat kepada yang
dicintai. Seorang yang beriman sejak
memproklammirkan bahwa tiada ilah selain Allah dan beriltizam (komitmen)
sepenuh dayanya, maka Allah harus menempati posisi tertinggi cintanya. Semua
tanda-tanda cinta tersebut selayaknya diberikan kepada Allah. Berupa rasa kagum
terhadap kebesaran, keagungan dan kekuasaan Allah, mengharapkan cinta Allah,
rahmat, keridhaan dan keampunanNya (QS.39:53),rela dan menerima ketentuan Allah
sepenuhnya, takut kepada Allh, yang mrnghasilkan sikap menjauhkan diri dari
maksiat, serta selalu mengingat Allah (QS.2:152; 13:28; 63:9; 59:19). Firman
Allah :
“Dan
diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yanag beriman amat sangat cintanya kepada Allah...” (QS.2:165)
Cinta muncul karena kesadaran telah
menerima anugerah dan nikmat yang besar dari Allah, pemahaman betapa rasa kasih
sayang Allah melingkupi detik-detik kehidupan kita, serta karena mengenal Allah
(Ma’rifatullah). Sehingga seorang mukmin amat sangat cintanya kepada Allah dan
memiliki hasrat yang besar untuk bertemu denganNya.
Refleksi cinta adalah tunduk patuh,
menurut,taat akan perintah Allah dan menjauhkan diri dari segala laranganNya.
Mahabbatullah (rasa cinta kepada Allah) tidak cukup dengan hanya menjadi
seorang ‘abid (ahli ibadah), tetapi mewujud dalam upaya menegakkan
kalimatNya/agamaNya.
Islam
merupakan agama fitrah yang juga mengakui adanya fenomena cinta yang melekat
sebagai fitrah manusia.Allah telah memberikan petunjuk kepada hamba-hambaNya
tentang prioritas dalam cinta. Firman Allah :“Katakanlah :’Jika bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusanNya. Dan Allah tidak memberi pettunjuk kepada orang-orang fasik”.
(QS.9:24)
Prioritas cinta
dapat diklasifikasikan atas prioritas tertinggi, menengah dan terendah.
Berdasarkan ayat di atas,prioritas cinta yang tertinggi adalah cinta kepada
Allah, Rasulullah dan berjihad di jalanNya. Hal ini merupakan konsekuensi dan
merupakan keharusan dalam Islam. Tak
diragukan lagi bahwa seorang mukmin yang telah merasakan kelezatan iman di
dalam hatinya akan mencurahkan segalanya cintanya hanya kepada Allah. Karenaia
telah meyakini bahwa Allah-lah yang Maha Sempurna, Maha Indah dan Maha Agung.
Tak ada satupun selain Dia yang memiliki kesempurnaan sifat-sifat tersebut.
Maka lahirlah kesadaran bahwa hanya ajaran Allah-lah yang harus diikuti karena
Dia-lah yang Maha Tinggi. Dia juga terdotong untuk mempraktekkan ajaran-ajaran
Allah dengan senang hati, penuh keyakinan dan keimanan. Ia telah yakin bahwa
untuk membanguan kepribadian yang sempurna dan membina mentalitas manusia
hanyalah dengan ajaran Allah yang Maha Suci dari kekurangan.
Rasa cinta seorang yang beriman
kepada Allah akan mengambil bentuk awal berupa rasa cinta kepada Rasulullah
SAW. Cinta kepada Rasulullah ( Mahabbaturrasul) ini berwujud sami’na wa atha’na
(kami dengar dan kami taat) terhadap perintah rasul, berendah hati,
mendahulukan, melindungi dan kasih sayang kepada beliau. Generasi terbaik ummat
ini telah mencontohkan betapa Mahabaturrasul bukan hanya terbatas pada salam
dan Shalawat, namun juga membentengi Rasulullah dari mara bahaya dalam banyak
peperangan dan tampil dalam membela Islam.
Mahabbaturrasul muncul dari
keikhlasan dan ketulusan syar’i, rasa cinta yang Allah tumbuhkan, yang tak
dapat ditumbuhkan oleh manusia meski membelanjakan seluruh kekayaannya. Rasa
cinta yang melebihi rasa cinta kepada bapak-bapak, anak-anak, saudara-sausara,
istri-istri, kaum keluarga, harta, perniagaan, rumah-rumah yang disukai. Bahkan
rasa cinta yang melebihi rasa cinta
kepada diri sendiri.
Sabda Rasulullah saw : “Hendaklah
kalian mencintai Allah karena Dia memelihara kalian dengan nikmat-nikmat-Nya.
Dan cintailah aku demi cintamu kepada Allah. Dan cintailah ahli rumahku demi
cintamu kepadaku.” (HR. At-Tirmidzi, Al-Hakim dari Ibnu Abbas). “Tidak beriman
seseorang (dengan sempurna) diantara kalian kecuali aku lebih dicintai dari
dirinya sendiri, orang tua dan seluruh manusia” (Al Hadits).
Itulah mahabbaturrasul yang
mewarnai hati Abu Bakar Ash Shiddiq ra. Yang membuatnya mendahulukan,
melindungi dan tak membangunkan Rasulullah yang tertidur di pangkuannya,
walaupun harus menahan sakit kakinya karena tersengat kalajengking hingga
mengucurkan darah (peristiwa Hijrah).
Kisah para Shahabat telah
membuktikan ketinggian cinta merek kepada Allah, Rasulullah dan Jihad fi
sabilillah. Seperti kisah Hazholah bin Amir ra. Yang terjun ke medan perang
Uhud meniggalkan istri yang baru sehari sebelumnya dinikahi, dan akhirnya
menemui kesyahidan. Ketika itu Rasulullah saw melihat dan berkata kepada para
shahabat : “Sesungguhnya aku telah melihat para malaikat memandikan Hanzholah di tengah-tengah langit
dan bumi dengan air hujan-dalam sebuah bejana dari perak.” (HR. Turmudzi dan
Imam Ahmad).
Cinta dengan prioritas menengah
adalah cinta kepada orang tua, anak, saudara, istri/suami dan kerabat. Cinta
ini timbul dari perasaan sesorang, yang terikat hubungan dengan orang yang
dicintainya dengan ikatan aqidah, keluarga, kekerabatan atau persahabatan.
Syari’at Islam menilai perasaan cinta seperti ini sebagai cinta yang mulia dan
agung. Ia termasuk cinta yang kedua setelah cinta kepada Allah, Rasulullah dan
jihad di jalan Allah. Bagaimana cinta seseorang terhadap sesamanya tidak
dianggap cinta yang luhur dan perasaan yang suci. Sedangkan semua hubungan
sosial dan segala tata kehidupan dibina berdasarkan perasaan cinta dan kasih
sayang semacam ini. Cinta ini merupakan hal yang perlu untuk mewujudkan
kemashlahatan individu dan keluarga pada khususnya serta kemashlahatan bangsa
dan kemanusiaan pada umumnya. Sabda Rasulullah SAW : “Tidaklah sempppurna iman
seseorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya (sesama muslim)
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).“Semua
makhluk adalah tanggung jawab Allah. Maka yang paling dicintai Allah adalah
yang paling memperhatikan kehidupan keluarganya”. (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Adapun cinta terendah ialah cinta
yang lebih mengutamakan dan menomorsatukan cinta keluarga, kerabat, harta dan
tempat tinggal dibandingkan terhadap Allah, Rasulullah dan jihad fisabilillah.
Cinta jenis adalah yang paling hina, keji dan merusak rasa kemanusiaan.
Termasuk pula dalam kategori cinta ini adalah kecintaan kepada sesuatu yang
disembah selain Allah, sebagaimana firman Allah dalam QS.2:165, cinta kepada
musuh-musuh Allah, sebagaimana Allah peringatkan dalam QS. Al-Mumtahanah (60):1,
cinta berdasarkan hawa nafsu sebagaimana cintanya Zulaikha istri Al Azis kepada
Nabi Yusuf as.
Tak diragukan lagi bahwa jika
para muslimin dan muslimah, kapan dan di mana saja, lebih mengutamakan cintanya kepada
Allah, Rasulullah dan Islam maka Allah akan memberikan kemenangan bagi mereka
di muka bumi ini.
..Lalu menurut Anda apakah perbedaan CINTA dan HAWA NAFSU ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar