“Dan hendaklah takut (kepada Allah SWT ) orang-orang yang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya.

Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar
(QS. An-Nisa’ : 9)

Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang keluar rumah untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sampai ia pulang

(HR. Tirmidzi)

AJF

AJF
"DALAM KEBERSAMAAN KITA ADA KEMUDAHAN. . . DALAM KEMUDAHAN ADA KEBERHASILAN & DALAM KEBERHASILAN AKAN LAHIR KEBAHAGIAN" " M A R I JALIN UKHUWAH. . . INDAHKAN DUNIA DENGAN KEBAIKAN. . . " SATUKAN TEKAD RAIHLAH IMPIAN KITA. . . S E L A M A - L A M A N Y A "

Selasa, 25 Oktober 2011

MAKNA SYAHADATAINI


Secara bahasa Syahadataini berasal dari kata Syahada - Yasyhadu berarti bersaksi. Asyhadu berarti saya bersyahadah. Dalam bahasa Arab kata ini berbentuk fi’il mudhori’ atau setara dengan present continuous tense dalam bahasa Inggris. Hal ini menunjukkan suatu aktivitas yang sedang berlangsung dan belum selesai. Kata syahadah secara bahasa mengandung 3 makna, yaitu :

1.     Al i’lanu (pernyataan) (QS.3:64)
       Seseorang saat memasuki pintu gerbang Islam mengiklankan, menyatakan bahwa Tidak ada Ilah selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah. Kata-kata ini bukan saja syarat makna, namun juga demikian berat dan tinggi konsekuensi yang ada di belakangnya, antara neraka atau syurga, antara azab yang pedih atau kenikmatan yang abadi.
       Secara substansial kalimat syahadah adalah pernyataan iman kepada Allah dan Rasul-Nya, sekaligus pengukuhan Allah sebagai satu-satunya ilah dan Muhammad SAW sebagai satu-satunya uswah (teladan). Kata-kata perjanjian ini diikrarkan agar secara sosial segera terbedakan antara pengikut Allah dan pengikut thagut (syaitan), siapa yang meyakini dan siapa yang tidak percaya akan kerasulan Muhammas SAW, siapa yang beriman dan siapa yang kafir.
                Pada periode Makah, sikap al-i’lan ini segera diikuti konsekuensi nyata. Seperti kisah Bilal bin Rabbah, Ammar bin Yasir, Mush’ab bin Ummair r.a. dalam mengikrarkan keislaman mereka dan dahsyatnya ujian yang segera mereka terima.

2.      Al-wa’du (janji) (QS.7:172)
                Syahadah merupakan sebuah perjanjian. Jika seseorang berjanji, selama janji itu belum direalisasikan maka seharusnya ia merasa berhutang, sebab janji adalah hutang dan hutang harus dibayar. Bila seseorang tidak dikejar rasa bersalah ketika ia tidak memenuhi janjinya, maka ia memiliki ciri orang munafik. Sebagai konsekuensi dari janjinya maka ia haruslah beramal.

3.      Al-qosamu (QS.6:162-163)
                Makna kata syahadah yang lain adalah al-qosamu (sumpah). Ini berarti dengan melafadzkan syahadatain kita bersumpah untuk menjadikan Allah saja sebagai ilah dan Rasulullah SAW sebagai qudwah (contoh).
                Sumpah lebih berat dari sekedar pernyataan dan janji. Maka seorang muslim terikat dengan sumpah yang diikrarkannya secara sadar, dengan segenap konsekuensi yang ada di belakangnya. Diantara konsekuensi itu adalah pengamalan kalimat yang secara berulang kita ucapkan dalam shalat :
         “...Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku (hanyalah) untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya...” (QS.6:162-163)
                Jika seorang muslim memegang teguh sumpah ini, lengkap dengan seluruh konsekuensinya, maka balasannya adalah surga, jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dengan segala kenikmatan dan kesejahteraan yang dilimpahkan oleh Allah SWT.
         Jalan menegakkan sumpah ini bukanlah jalan yang mudah dan mulus, melainkan merupakan jalan taqwa yang sukar dan mendaki. Surga tidak diperoleh secara mudah dengan hanya menjalankan ibadah mahdhoh (khusus) lalu mengabaikan totalitas ibadah. Surga diberikan hanya untuk orang-orang yang diridhai-Nya, orang-orang yang telah teruji keimanannya, teruji cintanya kepada Allah dan rasul-Nya, orang-orang yang berjuang di jalannya. Firman Allah :
         “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana orang-orang sebelum kamu ?...” (QS.2:214)

Adapun secara istilah, syahadah merupakan suatu pernyataan, janji sekaligus sumpah untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan membenarkan di dalam hati (At tasdiiqu bil qalbi), dinyatakan dengan lisan (al-qoulu bil lisan) dan dibuktikan dengan perbuatan (Al-amalu bil arkan). Sabda Rasulullah SAW :
Iman ialah dikenali oleh hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan rukun-rukunnya.”(HR Ibnu Hibban).
Bersyahadah merupakan langkah awal untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Keimanan seseorang yang bersyahadah harus diikuti dan disempurnakan dengan istiqomah. Karena tidak ada iman tanpa istiqomah dan tiada istiqomah tanpa iman (QS.41:30). Iman tanpa istiqomah adalah lemah dan tidak sempurna, sedangkan istiqomah tanpa iman adalah kebatilan. Sabda Rasulullah SAW :
Katakanlah kamu beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah (dalam keimanan).” (al Hadits)
Manusia yang istiqomah memiliki ciri-ciri sikap berani (syaja’ah), tenang (ithmi’nan) dan optimis (tafa’ul). Sikap berani disebabkan adanya keyakinan akan pertolongan dari AllahSWT dalam setiap amal shalih yang dikerjakan. Sikap tenang ditimbulkan karena percaya bahwa apapun yang menimpa dirinya tidak terlepas dari takdir Allah. Ketenangan ini juga dihasilkan karena ia senantiasa mengingat Allah. Firman Allah :
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. 13.28)
Ciri yang lain adalah sikap optimis yang timbul karena dalam setiap amalnya ia berorientasi pada Allah SWT, ia berusaha secara optimal lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah dengan mengharapkan ridha dan jannah-Nya.
Ketiga sikap tersebut merupakan anugerah dari Allah bagi orang-orang yang istiqomah, yang akan membawa mereka pada kebahagiaan hidup (as-sa’adah) baik di dunia maupun di akhirat.


"Yuuuk kita sholat. . : -)


REFERENSI
Paket BP Nurul Fikri, Syahadahmu Syahadahku
Muh. Said al Qaththani, Muh. Bin Abd. Wahhab, Muh. Qutb, Memurnikan Laa Ilaaha Illallah
DR. Ibrahim Muh. bin Al Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam
Koleksi Bahan Tarbiyah Islamic Network (Isnet, 1996)

Tidak ada komentar: